Rabu, 05 November 2008

Jangan Lupakan Poso

Konflik PosoKilas Balik 10 tahun konflik Poso ( 1998 ~2008 )


Tulisan ini tidak bermaksud untuk mengalihkan perhatian dari kasus bom bali yang menelan ratusan korban jiwa, tidak bermaksud mengungkit kembali duka ribuan korban kerusuhan poso dan tidak pula bermaksud memprovokasi untuk membenci suatu golongan tertentu.


Tulisan ini tidak lebih dari ajakan buat kita semua untuk melihat segala sejarah secara bijaksana dan menilai dengan adil permasalahan yang ada.


Sebagaimana kita ketahui bahwa peristiwa bom bali yang menelan ratusan korban jiwa diberitakan sedemikian hebohnya sehingga menjadi sorotan dunia padahal kalau media mau adil ada peristiwa yang lebih dasyat yang disinyalir menjadi salah satu sebab lahirnya pemuda pemuda muslim seperti Amrozi cs yang mengadakan perlawanan terhadap ketidak adilan tersebut. Kemudian media massa dan pemerintah menyebutnya aksi perlawanan itu sebagai terorisme dan mencoba memberantas sampai akar akarnya.


Sedangkan konflik poso dan ambon yang korbannya tidak cuma ratusan tetapi ribuan pemberitaanya tidak seimbang dan hanya menghukum 3 orang saja dan membiarkan dalang dari konflik tersebut melenggang bebas sampai sekarang.


Contoh ketidak adilan tersebut adalah dengan menyebut kelompok Islam yang terlibat konflik di poso dan ambon dengan sebutan teroris dan menangkapi semua veteran konflik poso yang beragama Islam dengan tuduhan teroris hanya karena menyimpan sisa sisa amunisi. Padahal aksi tangkap menangkap tersebut tidak menyelesaikan masalah dan bahkan rentan menimbulkan aksi aksi yang lain.


Demikian sedikit pengantar dari kami semoga kita tidak melupakan sejarah yang pernah ada.



25 Desember 1998 (Kasus Poso I)


Jum’at 25 Desember 1998, bertepatan dengan Ramadhan 1419 H, sekelompok pemuda kristen mengkonsumsi miras dan membuat keributan saat Sholat tarawih digelar.


Pengurus masjid mencoba mengingatkan. Usaha itu berhasil, para pemuda kristen


pergi meninggalkan area masjid. Lewat tengah malam kelompok pemuda kristen itu


kembali.


Salah seorang pengurus masjid (Ridwan) yang sebelumnya memperingatkan


mereka untuk tidak mabuk-mabukan, dikejar oleh Roy Runtu yang dalam keadaan


mabuk. Ketika itu, Ridwan tengah membangunkan warga Muslim di Kelurahan Sayo


untuk makan sahur. Menghindari kejaran Roy, Ridwan melarikan diri ke sebuah


masjid (dekat pesantren), namun di tempat itu pula ia dibacok. Ridwan sempat


berteriak minta tolong dan lari dengan meningalkan percikan darah di plafon


masjid.


Setelah kejadian itu, masyarakat muslim Poso yang mendengar berita ini segera


berkumpul. Konsentrasi massa pada akhirnya bergerak menghancurkan setiap


kedai/toko yang menjual miras. Masyarakat muslim meminta pemuda yang melakukan penganiayaan agar menyerahkan diri. Dan menuntut aparat untuk segera menangkap pelakunya.


Bukannya minta maaf dan menyerahkan diri, salah seorang dari mereka justru mencari bantuan ke Tentena. Herman Parimo, tokoh kristen Tentena membawa massa bergerak ke Poso, membakar Pasar sentral Poso dan mengadakan pawai keliling Poso, menunjukkan kemenangannya. Kabar Poso sudah diduduki massa Tentena terdengar di Parigi dan Ampana (basis massa muslim). Dengan koordinasi ustadznya masing-masing bergeraklah massa kedua kota itu ke Poso.


Poso kembali dalam kendali umat Islam. Dua pasukan, muslim dan kristen masih menggunakan alat tempur sederhana, parang dan batu, meski beberapa sniper terbukti telah melukai beberapa orang muslim.


Sebanyak 100 orang luka-luka, puluhan rumah dan kendaraan bermotor rusak berat..



16-19 April 2000 (Kasus Poso II)


Minggu 16 April 2000, di Terminal Poso dua pemuda pemabuk asal Desa Lambodia dan Lawanga (desa Islam dan Kristen) terlibat pertikaian. Warga kedua desa saling serang, aksi bentrok massa meluas ke daerah sekitar Poso, juga menyulut bentrokan antara Kelompok Merah dengan Kelompok Putih. Dari peristiwa ini sedikitnya tiga orang tewas, empat orang luka-luka, 267 rumah terbakar, enam


mobil terbakar, lima motor hangus, tiga gereja hancur, lima rumah asrama polisi


hancur, ruang Bhayangkari Polda terbakar.


16 Mei 2000


Selasa 16 Mei 2000, Dedy seorang pemuda dari desa Kayamanya (suku Gorontalo)


tengah mengendarai motor Crystal pada malam hari, tiba-tiba dihadang sekelompok


pemuda Kristen yang mabuk di Desa Lambogia. Dedy sempat melarikan diri dengan


motornya, namun terjatuh sehingga tubuhnya mengalami luka-luka. Setelah


diperban, kemudian Dedy melaporkan pada teman-temanya di desa Kayamanya, bahwa ia dibacok oleh pemuda kristen Lambogia.


17 Mei 2000


Rabu 17 Mei 2000, warga muslim Kayamanya (sekitar 20 orang beserta aparat)


mendatangi Kelurahan Lambogia untuk mencari oknum pelakunya namun disambut


dengan serbuan panah/peluncur dari warga Lambogia. Dan pada malamnya, warga


Kayamanya membakar Desa Lambogia sekitar 400 rumah serta sebuah gereja Beniel.


19 Mei 2000


Jum’at 19 Mei 2000, ditemukan mayat Muslim korban pembantaian di Jalan Maramis


kelurahan Lambogia, dengan luka bacokan dan leher tertusuk panah. Kemudian warga muslim terpancing emosi dan bergerak kembali membakar gereja Advent dan sebuah gereja besar dekat terminal, gedung serba guna, SD, SMP dan SMA Kristen. Warga kristen mengungsi ke kelurahan Pamona Utara (Tentena) dan Tagolu yang merupakan basis Kristen.


Setelah kejadian tersebut, umat Islam di Kelurahan Kowua bersiaga penuh mengantisipasi serangan balasan. Seorang muallaf bernama Nicodemus yang kebetulan bekerja di Tentena ditugaskan untuk memantau perkembangan warga Kristen di Tentena. Setelah 2 minggu kemudian, Nico kembali ke Poso karena merasa dirinya sedang diintai. Namun dari situ muncul kesepakatan untuk menginformasikan melalui kata Sandi Pak Nasir (Nashara) datang berobat lanjut


ke Poso berarti akan ada penyerangan kaum Nasrani.


22 Mei 2000


Senin 22 Mei 2000, Pak Maro (muallaf) dari kelurahan Lawanga, yang disusupkan di Kelurahan Kelei, datang ke kediaman Ust. Abdul Gani, membawa pesan akan ada penyerbuan pada shubuh hari. Pak Maro menyamar dengan memakai kalung salib dan mentato tubuhnya. Di Kelei yang merupakan basis kristen pernah diadakan latihan


militer. Jam 5.30 sore ada interlokal dari Nicodemus di Tentena ke rumah pak Abdul Gani memberitakan, bahwa “Pak Nasir (Nashara) akan berkunjung obat ke Poso malam ini atau besok.”


Jam 7 malam, seorang pemuda bernama Heri Alfianto yang juga ketua Remaja Masjid Kowua memberikan informasi bahwa di rumahnya yang kebetulan terdapat TUT (Telepon Umum Tunggu), ada seorang Kristen yang diduga ingin menggunakan jasa telepon bercerita kepadanya bahwa pada jam 2 malam akan ada penyerangan dari masyarakat Flores (Kristen). Sekedar gambaran, Heri Alfianto dilihat dari raut wajahnya mirip orang Kristen karena ibunya berasal dari Manado yang muallaf,


sehingga orang kristen mengira Heri juga orang Kristen. Penyerangan dilakukan per kelompok kecil dengan sasaran KBL (Kayamanya, Bonesompe, Lawanga) dan menculik tokoh-tokoh Islam Poso, antara lain Haji Nani, Ust. Adnan Arsal, dll.


Pada malam itu juga dikumpulkan para tokoh yang tergabung dalam “Forum


Perjuangan Umat Islam” yang terbentuk sejak kerusuhan Poso jilid I di rumah Ust. Adnan Arsal dan langsung mengkoordinasikan pembagian tugas penjagaan di pos-pos


yang telah ditentukan. Pertemuan itu selesai jam 21.30. Pada malam itu sudah tersebar isu penyerangan terutama di Kecamatan Poso Pesisir, sehingga setiap warga, baik Islam dan Kristen, berjaga-jaga mengamankan diri.


Pada jam 24.00 rombongan Muspida beserta Ketua DPRD Tk.II Akram Kamarudin, menenangkan warga, memberitahukan kepada warga Poso bahwa berdasarkan informasi Kapolsek Pamona Utara, Ramil Pamona Utara dan Camat Pamona Utara isu penyerangan itu tidak benar dan menyesatkan. Akhirnya warga yang tadinya berjaga di pos-pos


bubar dan kembali ke rumah, kecuali warga di Kelurahan Kowua. Bahkan pemuda Kowua membantah berita dari Muspida tersebut karena yakin dengan info dari Nico di Tentena.


Setelah itu muncul tanda bahaya berupa kentungan pada tiang listrik dari desa seberang sungai, tepatnya di PDAM, Kelurahan Gebang Rejo. Kemudian dikonfirmasikan melalui telepon ke Ust. Adnan Arsal yang tinggal di Gebang Rejo, namun dijawab bahwa sampai saat ini belum ada tanda pengerahan massa yang melewati Desa Gebang Rejo. Tak berapa lama, Pak Adnan Arsal memberitakan memang ada penyerangan dilakukan hanya oleh kelompok kecil berpakaian ninja..


23 Mei 2000 (Kasus Poso III)


Selasa 23 Mei 2000 sekitar pukul 02.00 wita terjadi kerusuhan yang dipicu oleh 13 “pasukan ninja” bersenjatakan kelewang, senjata pelontar dan tombak. Salah satu dari tiga ninja yang berhasil ditangkap adalah perempuan berumur sekitar 25 tahun. Salah seorang lainnya mengaku warga trans Beteleme asal Nusa Tenggara. Pasukan ninja ini beraksi dengan mengintai warga yang melintas di poros jalan Kelurahan Kayamanya. Siapa pun yang melintas di poros jalan itu mereka bacok.


Kelompok ninja tersebut membawa sandera (Pak Alwi, pegawai BNI), dibawa ke Desa Kayamanya dengan tujuan mencari Haji Nani Lamusu. Dari pihak Polres, yakni Bapak Serma Kamaruddin Ali (47) yang ingin menyelamatkan sandera dan mencoba bernegosiasi, berkata: “Saya ini polisi”, sembari mencabut pistol. Namun Pak Kamarudin keburu tewas di tempat dibacok kelompok ninja itu. Sedangkan pak Alwi (sandera) selamat dan melarikan diri. Mereka berhasil membakar rumah Haji Nani Lamusu, dan terus maju ke desa Moengko Baru, di situ didapati seorang mantan lurah, Pak Abdul Syukur (40) yang ingin memukul tiang listrik tanda bahaya dibacok hingga tewas. Selain itu yang kena bacok dan langsung tewas Baba


(62) warga kelurahan Moengko Baru. Sebagian dari “pasukan ninja” saat dikejar oleh masyarakat langsung bersembunyi di kompleks Gereja Katolik di Kelurahan Kayamanya.


Pada hari yang sama, beredar isu yang isinya semua rumah-rumah ibadah (Gereja) di sekitar Kota Poso akan dibakar dan sejumlah tokoh-tokoh kristen akan diculik.


Berdasarkan isu itu, sejumlah umat kristen mengungsi ke asrama-asrama Kodim dan Polres Poso.


24 Mei 2000


Rabu dinihari 24 Mei 2000, terjadi penyerangan mendadak dari sekelompok orang berpakaian ala ninja ke beberapa pos pengamanan di beberapa kantong muslim.


Berikutnya, warga Kelurahan Kayamanya (Islam) hendak melakukan penyerangan ke warga Kelurahan Lombogia dan kantong-kantong permukiman Kristen lainnya. Polisi menghalangi niat itu. Tapi kerusuhan tak bisa dibendung. Akibatnya, tiga orang tewas; salah satunya polisi (Serda Pol Rudy yang tertembak senjata rakitan) dan 15 orang luka-luka.


26 Mei 2000


Jumat 26 Mei 2000, Pasukan Merah yang berjumlah ribuan mengepung dan berusaha menguasai kota Poso. Tetapi di perbatasan kota mereka ditahan oleh Komando Jihad yang berjumlah sekitar 900 orang. Akibat kebiadaban Pasukan Merah, sekitar 1500 muslim tewas dan hilang.


Jumat 26 Mei 2000, puluhan warga muslim Kecamatan Lage berencana mengungsi ke Poso Kota dengan menumpang delapan buah mobil. Ketika rombongan tiba di Togolu, mobil-mobil mereka dicegat oleh Kapolsek dan Camat Lage. Kapolsek dan Camat menyuruh pengungsi kembali ke kampung dengan alasan


Laskar Kristen sudah dipergikan. Akhirnya, rombongan mengungsi ke pingir kuala (Ahad, 28 Mei 2000), selanjutnya rombongan langsung lari ke Kayoe wilayah Lembomawo untuk menginap semalam. Di tempat ini, Laskar Kristen menemukan mereka dan langsung menggeledah. Wens Tanagiri menggiring rombongan dari Kayoe ke pinggir kuala kemudian ke Kayoe lagi, kemudian digiring lagi ke dalam hutan besar Tambora. Di sini, rombongan sempat tidur dua hari dua malam.


Paginya, Pak Hamidun, Jumirin, Slamet, Pardono dan Suman bermaksud turun ke Kuala untuk mengambil air, mendadak mereka disergap oleh Laskar Kristen yang berjumlah sekitar 70 orang. Anggota rombongan lain sempat lari dan bersembunyi.


Namun esoknya, Laskar Kristen berjumlah 75 orang sekitar jam 11 siang datang lagi, melakukan penyergapan. Pengungsi perempuan ditelanjangi, sedangkan pengungsi laki-laki diikat tangannya menjadi satu renteng, ditendang, disiksa, dan dibawa pergi entah ke mana. Hingga kini tak pernah kembali.


27 Mei 2000


Sabtu 27 Mei 2000 sekitar pukul 07.00 pagi, sekitar 300 orang Pasukan Merah yang bergerak di sebelah Timur memasuki desa Tokorondo dari Desa Masani. Begitu masuk desa, mereka dihadang oleh sekitar 400 orang pasukan putih. Tetapi begitu melihat persenjataan yang dibawa oleh pasukan merah, komandan pasukan putih memerintahkan anak buahnya untuk mundur. Pasukan Merah bertindak ugal-ugalan. Mereka memberondongkan peluru secara membabi buta.


TNI baru datang sekitar tanggal 6 Juni 2000. TNI terlambat datang karena mereka (Pasukan Merah) memutus jalan darat menuju Poso. Jadi disamping bergerak menghabisi dan membakar rumah-rumah kaum muslimin, mereka juga menebangi pohon-pohon dan membiarkannya melintang di jalanan.


Sabtu 27 Mei 2000 malam hari, Saleh (40) dikejutkan oleh orang-orang yang menyelinap ke dalam areal Ponpes Wali Songo, sehingga membuat warga Pondok terbangun dan berjaga-jaga sampai pukul 03.00 WITA.


28 Mei 2000


Minggu 28 Mei 2000 pagi hari, terjadi bentrokan antara massa Islam dan Kristen di Tokorando, sekitar 70 warga Kristen bersenjata api melawan 400 warga muslim bersenjata parang dan golok.


Warga muslim terpukul mundur.


Minggu 28 Mei 2000, sekitar pukul 09.00 WITA tiba-tiba datang segerombolan orang yang berpakaian hitam-hitam lengkap dengan senjata parang, golok, dan senjata khas organik. Beberapa di antaranya masuk ke masjid dan membunuh 3 orang santri yang berada di dalamnya. Asrama putra dan putri berhasil dikuasai perusuh, seluruh penghuninya disuruh keluar dan disandera mereka, kemudian diikat tangannya kemudian dibawa ke hutan didaerah Sintulemba. Jumlah santri putra 38


orang dan perempuan 28 orang beserta pimpinan dan gurunya. Di hutan santri putri disuruh pulang menuju tempat pengungsian. Santri, guru, pimpinan Ponpes berjalan masuk hutan dengan berkelompok (1 kelompok 5 orang) sampai daerah Lembanawa. Di Lembanawa para perusuh bertemu komandannya dan para santri dibawa ke Ronononcu dan ditempatkan di Baruga (balai desa).


Di Baruga inilah (saksi hidup) menuturkan ia dan teman seluruh anggota badannya diiris-iris dengan parang, golok, pahanya diinjak-injak, dipukul dengan laras senjata bahkan muka santri-santri tidak berbentuk lagi (karena dihantam dengan benda-benda tumpul). Luka irisan tsb. lalu disiram pasir dan kemudian disiram air panas. “Saya (Ih) mengetahui bahkan mengenali wajah perusuh tersebut yang ternyata anggota TNI.”


Menurut saksi hidup (Ih), jumlah perusuh kurang lebih 50 orang dan bercadar ala ninja. Lalu santri tersebut dinaikkan ke dalam truk dan di bawa ke daerah Togolu, pinggir Koala (sungai) Poso. Disinilah pembataian terjadi, santri yang turun dari truk langsung disambut dengan tebasan golok/parang sampai kepalanya lepas dari badannya. Melihat hal ini, Ih langsung terjun ke sungai. Seketika itu ikatan tangannya terlepas. Empat orang santri yang berhasil lolos dari


pembantaian tersebut, Ilham dengan luka bacokan, tusukan golok, berenang menyelusuri sungai Poso kurang lebih 5 km dan berhasil diselamatkan oleh pengungsi (Islam) dan dirawat di pengungsian (Kompi).


Beberapa hari kemudian ditemukan 60 mayat mengambang di Sangai Poso, dan 146 mayat lainnya ditemukan penduduk di tiga titik bentrokan, yakni Kelurahan Sayo,


Kelurahan Mo’engko dan Desa Malei di pinggiran selatan kota Poso. Diperkirakan


mayat-mayat yang ditemukan hanyut di Sungai Poso berasal dari Pesantren


Walisongo, sebab lokasi pasantren tersebut berada di bagian hulu Sungai Poso.


Seorang aparat keamanan setempat mengatakan lima dari puluhan mayat penuh


bacokan sekujur tubuhnya dan terikat menjadi satu yang ditemukan mengapung di


Sungai Poso.


Minggu 28 Mei 2000, Pendeta Donald ditahan petugas pos jaga desa Palawa kec.


Parigi, dari saku pendeta ini ditemukan pula peta lokasi peyerangan. Juga,


selebaran berisi daftar 63 nama oknum dari pihak Kristen yang terlibat sekaligus


jadi penghubung dalam kerusuhan Poso. Dari ke 63 nama itu, di antaranya terdapat


nama Mely, istri kedua konglomerat Taipan terkenal Eka Cipta Wijaya (bos Sinar


Mas group) yang tercantum pada urutan ke-20 sebagai oknum yang turut melibatkan


diri ke dalam konflik Poso.


Minggu 28 Mei 2000, kerusuhan Poso berupa kontak fisik antara Kelompok Merah dan Kelompok Putih semakin meluas, selain terjadi di Kelurahan Sayo (di dalam Kota Poso) juga merambat ke wilayah Kecamatan Lage dan Poso Pesisir. Bentrok fisik terbesar terjadi di Kelurahan Sayo dan di Kasiguncu, ibu kota Kecamatan Poso


Pesisir, melibatkan ribuan massa dari kedua kelompok yang bertikai.


Ketegangan


kian meningkat karena ribuan massa Kelompok Merah dari Kecamatan Pamona Utara,


Mori Atas, Lembo, dan Lore Utara terus berdatangan dan membantu rekan mereka di


lokasi-lokasi kerusuhan. Massa kelompok merah memblokade semua ruas jalan masuk


ke Kota Poso. Tokoh masyarakat dan pemuka agama di Palu mendesak Kapolri Letjen


Rusdihardjo segera memberlakukan Siaga I di Kota Poso dan sekitarnya.


29 Mei 2000


Senin 29 Mei 2000, perang antar pasukan putih dan merah di Kabupaten Poso masih


berlangsung. Setelah menguasai Kota Poso, pasukan merah menuju Desa Masani dan


Takurondo (sekitar 25 km arah utara Kota Poso). Abdul Jihad (26) ditembak dari


jarak lima meter, kepalanya hancur dan langsung tewas seketika, sebagaimana


dilaporkan saksi mata Sudirman (23).


Kelompok merah menggunakan senjata api yang


dipasok dari Manado dengan Helikopter yang diturunkan di Tentena. Sementara,


kelompok putih hanya menggunakan pelontar, senjata rakitan, parang dan tombak.


Aparat perintis dari Polda Sulteng, lari kocar-kacir ketika pasukan merah


mengarahkan senjatanya pada mereka. Saat itu, aparat yang diperbantukan untuk


mengamankan Poso, terdiri dari 3 SSK Polda Sulteng, 1 SST masing-masing dari


Polres Banggai dan Polres Tolitoli, 2 SST dari Korem 132/Tadulako. Di samping 3


SSK yang sudah ada di Poso.


Senin 29 Mei 2000 (kesaksian Abdurrahman, 32): Saya disandera di Tangkura,


sekitar 18 KM dari Sangginora, Poso Pesisir. Saya ditodong dengan Tombak.


Sebagai tawanan, kami diberi makan seperti makanan anjing, disedu dengan


tempurung. Jam 12, saya bergabung dengan tawanan lain di SDN 2 Tangkura. Di


tempat itu ratusan jumlahnya.


Tengah malam, satu mobil kijang pasukan Kristen


datang. Mereka mengambil dua tawanan, Muis dan Arifin. Sekitar 15 menit berlalu,


terdengar bunyi suara tembakan: “…door!” Masing-masing pasukan Kristen diberi


kesempatan mengambil sandera yang dia ingini.


Lantas saya mencoba memberikan


saran kepada pasukan Kristen supaya saya saja yang disandera dan yang lainnya


dibebaskan, tapi tidak digubris. Esoknya giliran saya yang diciduk. Saat itu


saya sedang tertidur. Saya disergap dan diikat. Kedua kaki, kedua tangan, dan


mata saya diikat dengan kain hitam. Dipaksa naik mobil open cup merah sambil


dipukul dengan senjata. Saat itu saya bilang sama mereka, kalau niat bunuh saya,


bunuh saja. Nggak usah dibawa ke mana-mana. Sayapun dibawa. Sampai di


pemberhentian jembatan Sangginora, saya dipindahkan ke mobil dump truck. Betapa


kagetnya saya, di dalam truk itu sudah tergeletak tujuh tubuh manusia. Dalam


perjalanan, tiga mayat dinaikkan pula ke truk itu. Tak lama kemudian truk


berhenti. Ternyata sampai dipinggir jurang. Saya bersama tubuh-tubuh manusia


tadi dicurahkan ke jurang. Mereka pikir, dengan membuang kami ke jurang seperti


itu kami sudah mati. Ternyata, saya bersama dua lainnya masih bernyawa.


Samar-samar saya mendengar suara salah seorang pasukan Kristen berkata dalam


bahasa Poso yang artinya, “Biar mati sendiri di jurang.” Salah seorang dari


kami, mencoba merangkak ke atas jurang. Sayang, dia terlihat oleh pasukan


Kristen yang kebetulan masih berada di bibir jurang. Akhirnya dia tewas


ditembak. Tinggallah kami berdua. Kami saling membuka ikatan. Kami bersembunyi


di hutan satu minggu lamanya. Suatu hari kami diselamatkan seseorang. Kami


menumpang mobil bermuatan kopra dan coklat menuju Tolai, hingga selamat sampai


di Parigi.


30 Mei 2000


Selasa pagi 30 Mei 2000, Kadispen Polda Sulawesi Tengah Kapten Pol Rudi Suprapto


di Palu mengatakan kerusuhan terjadi di Kelurahan Moengko, Gebang Rejo,


Lawengko, dan Sayo. Sejak pagi, perusuh mencoba menekan dengan masuk ke kota,


tetapi sampai pukul 11.00 WIT petugas kemanan berhasil mendorong mereka ke luar


kota. Para perusuh menggunakan senjata tajam dan senjata rakitan. Sedikitnya dua


orang meninggal, sepuluh orang luka berat, dan seorang luka ringan. Kadispen


Polda menyatakan tiga orang yang diduga otak pelaku kerusuhan sudah ditahan.


Perusuh itu transmigran asal Flores yang lahir di Palu.


31 Mei 2000


Rabu 31 Mei 2000, sebuah mobil Ambulance dicegat massa Muslim di Desa Palawa


Parigi yang disinyalir membawa senjata untuk massa Kristen di Kota Poso.


02 Juni 2000


Jum’at pagi 02 Juni 2000 sekitar pukul 06.30 WIT di Kelurahan Kayamanya


tiba-tiba warga pengungsi muslim yang berjumlah 50 orang dan sedang mengungsi di


Masjid Nurusy Sya’adah Kayamanya, diserbu oleh sekitar 700 anggota Pasukan Merah


yang datang dengan menumpang beberapa truk dan mobil bak di bawah pimpinan


Panglima Advent L. Lateka serta


Panglima Wanita Paulin Dai.


Pasukan Merah yang


datang dengan kesombongan sambil membawa bendera merah-putih dan berkoar-koar


menyebut-nyebut nama Yesus si Juru Selamat, ternyata pulang dengan tunggang


langgang setelah Panglimawati Paulin Dai terkena dum-dum di dada kirinya. Nyali


Pasukan Merah pun kontan ciut. Mereka lari. Sayangnya Lateka yang sudah tua


tidak cepat mengikuti langkag kaki pasukan merah yang masih muda. Lateka


tertinggal, dan akhirnya tewas, padahal sebelumnya ia begitu perkasa dan kebal


senjata.


Menurut Agus Dwikarna Ketua Kompak (Komite Penanggulangan Masalah Krisis) di


Poso Sulteng, jumlah korban terbesar terjadi di Desa Sintu Temba, Kabupaten


Poso, sekitar 150 KK tewas dibunuh atau sekitar 350 jiwa. Salah seorang saksi


hidup yang selamat adalah Udin (18). Diceritakan Udin, penyerang datang dalam


jumlah besar pada malam hari dan langsung membantai penduduk yang masih hidup.


Sebagian penduduk, lanjut Udin disandera dan dinaikan truk. Udin sendiri lolos


setelah melompat dari truk yang melaju. Selain di desa Sintu Temba, pembantaian


juga terjadi di Tegalrejo terhadap sekitar 64 KK.


03 Juni 2000


Sabtu 03 Juni 2000, ribuan pengungsi Muslim ditampung di tempat darurat, antara


lain Mess Pemda Tk. II Poso, di Kota Parigi, di Kota Ampana dan di perguruan


Al-Khairat Palu serta pondok pesantren dan Masjid yang ada di Kota Palu dan


Parigi. Massa Kristen telah menguasai kota Poso dan Poso Pesisir dan terus


melakukan pembakaran terhadap rumah-rumah yang ditinggalkan oleh penduduk.


04 Juni 2000


Minggu 04 Juni 2000, Hendra sultan Haji Panyae dibunuh (dipotong) di Kelurahan


Moengko Baru di Hotel Kartika. Korban tidur berempat dengan temannya.


05 Juni 2000


Senin 05 Juni 2000, diperkirakan sudah 5000 orang pengungsi meninggalkan Poso


menuju Parigi yang berjarak sekitar 250 km dari Poso. Jalur transportasi Poso


terputus, satu-satunya jalur yang bisa dilewati transportasi adalah laut. Namun


aparat tidak berani menjamin keselamatan tim kemanusiaan termasuk tim medis dan


wartawan. Ketika sampai di Parigi, kondisi pengungsi sangat memprihatinkan. Anak


balita mereka terserang wabah diare karena sanitasi yang tidak mendukung. Setiap


hari rata-rata ada 5 balita yang harus menjalani pengobatan.


Senin 05 Juni 2000, aparat terlibat baku tembak dengan massa perusuh yang


mencoba masuk kota lewat Jembatan II. Mereka ditaksir tak kurang dari 60 orang.


Karena gagal setelah dipukul mundur aparat mereka kemudian mengalihkan serangan


ke Desa Lembomawo. Desa Lembomawo setelah masuk dalam kepungan kelompok merah,


dikabarkan banyak penduduknya yang hilang. Juga dilaporkan bahwa Tsanawiyah


Alkhairaat Sintuwu Lembo di KM 9 Poso dibakar dan Ustadz Siradjuddin, pimpinan


Tsanawiyah itu dibantai oleh massa perusuh tadi.


06 Juni 2000


Selasa 06 Juni 2000 beredar “Buku Putih” Crisis Centre Majelis Sinode


GKST


(Gereja Kristen Sulawesi Tengah) yang ditandatangani oleh


Pdt. Rinaldy Damanik,


M.Si dan Pdt M Papasi, MTH. Dokumen setebal 24 halaman ini disebarkan kepada


berbagai kalangan seperti Presiden dan Wapres RI, pejabat tinggi/tertinggi


negara, Komnas HAM, Panglima TNI, Kapolri, serta sejumlah kedutaan negara asing


di Jakarta. Isinya sebagian besar menyudutkan umat Islam.


Bentrokan kembali terjadi di Pinggiran Poso (Desa Maleilegi dan Desa Dojo) yang


mengakibatkan Desa Maleilegi hangus terbakar, 66 orang tewas, 92 orang luka-luka


(warga memperkirakan ada 150 kepala keluarga).


Selasa sore 6 Juni 2000, satu anggota TNI Kopda Pornis PD tewas ditembak Pasukan


Merah.


07 Juni 2000


Rabu pagi 7 Juni 2000, di Desa Malei terjadi lagi pertempuran antara Pasukan


Merah dengan aparat. Satu anggota Brimob Polda Sulteng Pratu Ratu Arfan


tertembak dengan luka cukup parah. Komandan Korem 132/Tadulako Kolonel Hamdan Z.


Maulani, mengatakan Kelompok Merah kian aktif menyerang aparat. Kelompok Merah


berani melakukan penyerangan kepada aparat dan tampak arogan. Pernyatan ini


disampaikan Hamdan di hadapan sejumlah tokoh agama dan masyarakat Sulteng, pada


pertemuan dengan Gubernur Sulteng HB Paliudju di Wisma Haji Palu. Tokoh Islam


diwakili oleh Sekretaris Jenderal PB Alkhairaat M. Lationo dan Prof. Tjatjo


Taha. Sedangkan tokoh Kristen diwakili oleh Drs. Datlin Tamalagi dan Drs. FE.


Bungkudapu.


11 Juni 2000


Minggu 11 Juni 2000 Karl Heins Reiche (35) warga negara Jerman yang diduga


memprovokasi massa di sejumlah daerah sebelum kerusuhan Poso meletus, ditangkap


petugas di salah satu hotel di Tana Toraja. Karl yang saat digerebek kepergok


memiliki sejumlah peralatan elektronik canggih itu, tidak bisa memperlihatkan


dokumen resmi (visa, paspor dan surat imigrasi lainnya), ia malah mengelabui


petugas dengan berpura-pura mau mengambil dokumen imigrasi padahal melarikan


diri.


Petugas melakukan pengejaran ke Makale Kabupaten Tator, Karl berhasil


dibekuk di perbatasan Luwu dengan Tator (12/6). Menurut Kapolwil Pare Pare


Kolonel Pol Mardjito, saat diperiksa Karl mengaku sempat mondar-modir di Palopo


dan Tator beberapa waktu lalu untuk memprovokasi massa. Karl juga mengaku


menjadi provokator di Poso dan Tentena, basis utama kelompok Merah, sebelum


kerusuhan Poso meletus. Selain Karl, aparat juga berhasil mengamankan satu dari


2 penduduk lokal yang selama ini bersama Karl memprovokasi massa. Keduanya kini


meringkuk di tahanan Polwil Parepare untuk menjalani pemeriksaan intensif.


Namun, sehari kemudian keberadaan Karl sulit diketahui, Polwil Parepare terkesan


menutup-nutupi keberadaan Karl.


15 Juni 2000


Kamis 15 Juni 2000, sehubungan dengan beredar “Buku Putih” Crisis Centre Majelis


Sinode GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah), sejumlah 36 Ormas dan OKP


Islam


mengeluarkan pernyataan bersama untuk meluruskan pernyataan-pernyataan yang


termuat di dalam “Buku Putih” tersebut, karena dianggap memutarbalikkan fakta


sebenarnya. Pernyatan bersama ini baru dipublikasikan media massa beberapa hari


kemudian, yaitu 20 Juni 2000.


Kamis 15 Juni 2000 personil TNI yang tergabung dalam Operasi Cinta Damai di


bawah BKO Polda Sulteng di sebuah gereja di Kelurahan Kasiguncu, menemukan 2


pistol rakitan dan 145 peluncur granat, beserta kelewang dan sejumlah tombak.


06 Juli 2000


Kamis 06 Juli 2000, Pangdam VII Wirabuana Mayjen TNI Slamet Kirbiantoro kepada


wartawan di Makodam Wirabuana mengungkapkan, dari 29 aparat TNI Kodim Poso yang


diperiksa dalam kasus kerusuhan di Poso Sulawesi Tengah, 7 di antaranya terlibat


langsung saat terjadi kerusuhan, antara lain berupa memberikan bahan pangan dan


peluru ke kelompok perusuh yang mengakibatkan korban tewas semakin banyak.


Menurut Komandan Pomdam Wirabuana Kol. Sudirman Panigoro, ketujuh anggota TNI


tersebut terdiri dari 5 bintara dan 2 perwira. Pada kesempatan itu Mayjen TNI


Slamet Kirbiantoro juga mengatakan, sampai 6 Juli 2000 data yang diterima sudah


211 korban tewas yang telah ditemukan melalui beberapa kuburan massal. Banyaknya


korban yang tewas itu, menandakan benar-benar telah terjadi pembatantan.


“Bayangkan, sepanjang 45 KM di Poso semua rumah dan gedung hancur terbakar,”


ungkap Pangdam.


13 Juli 2000 (Poso)


Kamis 13 Juli 2000, terjadi pembakaran dan penjarahan secara sporadis di


Kecamatan Poso Kota, Kecamatan Lage, dan Poso Pesisir, serta sejumlah kecamatan


di wilayah Kabupaten Morowali seperti Bungku, terutama pada sejumlah rumah atau


bangunan yang ditinggal pemiliknya. Penjarahan juga terjadi di sejumlah kebun


yang ditinggalkan pemiliknya, seperti kebun cokelat dan kelapa yang tidak


dijaga.



25 Juli 2000


Selasa 25 Juli 2000 sekitar pukul 06.00 Wita, panglima perang kerusuhan Poso


Fabianus Tibo ditangkap dalam sebuah operasi intelijen Satgas Cinta Damai yang


dipimpin Komandan Batalyon II Kapten (Inf) Agus Firman Yusmono. Tibo diringkus


di tempat persembunyiannya di rumah salah seorang warga di Desa Jamur Jaya


Kecamatan Lembo (Beteleme), Kabupaten Morowali (Sulteng). Tibo dibawa ke Palu


dengan dikawal langsung Komandan Satgas Cinta Damai Kolonel (Inf) Moch Slamet


untuk diserahkan ke Polda Sulteng.


31 Juli 2000


Senin 31 Juli 2000, Dominggus Soares warga asal Timor Timur yang merupakan salah


seorang dari 10 pimpinan pasukan Kelelawar Hitam (pasukan khusus kelompok merah)


ditangkap pasukan Brimob yang dipimpin Kapolres Poso Superintendent Djasman Baso


Opu dalam operasi khusus di Desa Beteleme, Kabupaten Morowali (400 km tenggara


Palu). Sebelumnya aparat sudah menangkap Guntur (35),


Fabianus Tibo (56),


Very


(34). Pimpinan utama pasukan kelelawar hitam adalah Ir. AL Lateka yang mati


terbunuh pada peristiwa 02 Juni 2000.


24 Desember 2000


Minggu 24 Desember 2000, sejak pukul 02.00 dinihari terjadi kontak senjata


antara sekelompok penyerang (berjumlah sekitar 20 orang) dengan aparat keamanan,


di desa Seppe Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, Sulteng. Kontak senjata yang


berlangsung sampai pukul 08.00 itu, menewaskan Juli Tarumba (47) dan Hasan


Basira (50) dan 2 orang lainnya mengalami luka berat.


05 Januari 2001


Jum’at 5 Januari 2001 terjadi serentetan penembakan oleh orang tak dikenal,


terhadap kerumunan warga Muslim di Pandiri, kampung di sebelah timur Danau Poso...


03 April 2001 (Kasus Poso IV)


Selasa 3 April 2001 pukul 04.00 Subuh Pasukan Merah menyerang dengan kekuatan


ratusan orang, masuk melalui kelurahan Sayo, 1 warga Muslim (Rina, 30) tewas


dan 1 aparat Brimob Brigadir Dua Polisi Muslimin tewas. Pukul tujuh pagi


mereka dipukul mundur oleh aparat dan para Mujahid.


05 April 2001


Kamis 05 April 2001,


Tibo (56), Dominggus (45) dan


Marinus Riwu (35) menerima vonis mati yang


dijatuhkan hakim Soedarmo SH, Ferdinandus dan Ahmad Fauzi. Tibo dkk dituduh


melanggar Pasal 340, 187, 351 juncto Pasal 55 dan 64 KUHP. Pada persidangan Tibo


menyampaikan surat yang ditulis tangan kepada Majelis Hakim, berisikan tentang


sejumlah 16 nama yang selama ini menjadi penyuplai logistik bagi pasukannya


selama kerusuhan Poso berlangsung. Menurut Tibo, Yahya Pattiro SH yang saat itu menjabat sebagai Asisten IV Sekretaris Daerah


Sulawesi Tengah dan Drs Edi Bungkundapu yang saat itu menjabat sebagai


Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulteng, menjadi aktor


intelektual dalam rusuh Poso Mei hingga Juni 2000. Selain itu, Tibo juga


menyebutkan Tungkanan,


Limpadeli, Erik Rombot,


Angki Tungkanan sebagai aktor


yang berperan dalam kerusuhan Poso.


14 April 2001


Sabtu 14 April 2001, terjadi pembakaran sejumlah rumah ibadah di desa


Ronoruncu, tempat ibadah yang dibakar tersebut sudah tidak lagi dihuni.


16 Mei 2001


Rabu 16 Mei 2001, kantor Camat Poso Pesisir dibakar kelompok tak dikenal dan


menghanguskan seluruh bangunan serta isi kantor itu.


21 Mei 2001


Senin 21 Mei 2001, terjadi aksi penyerangan sekelompok massa Desa Kasiguncu


Kecamatan Poso Pesisir yang mengakibatkan dua orang warga setempat tewas


terkena senjata tajam dan lima orang lainnya menghilang.


10 Juni 2001


Minggu 10 Juni 2001, mobil box yang memuat alat-alat elektronik dan sejumlah


uang hasil tagihan milik Toko Jaya Teknik Makassar yang diperkirakan ratusan


juta rupiah dibakar massa tak dikenal. Akibatnya, Hendra (kernek) dan Ahmad


(sales) tewas terpanggang.


20 Juni 2001


Rabu 20 Juni 2001, H. Anto (39) dan Sudirman (35), dua warga Desa Tokorondo,


Poso Pesisir, ditembak kelompok berpakaian ninja di Desa Pinedapa, Poso


Pesisir.


27 Juni 2001


Rabu 27 Juni 2001, sedikitnya tiga orang tewas dan puluhan luka berat serta


ringan, akibat kontak senjata yang terjadi di sekitar Desa Masani, Desa


Tokorondo, Desa Sa’atu dan Desa Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir.


2 Juli 2001


Senin 2 Juli 2001, terjadi bentrokan massa di Malei Lage, Kecamatan Lage,


Poso. Akibatnya, 85 rumah dibakar dan satu warga tewas, serta satu rumah


ibadah (gereja) terbakar.


03 Juli 2001


Selasa Subuh 03 Juli 2001, pasukan merah membantai sekitar 14 korban terdiri


dari kaum wanita dan anak-anak dengan sadis di Dusun Buyungkatedo.


18 Juli 2001


Rabu 18 Juli 2001, sedikitnya dua orang tewas dan delapan luka-luka akibat


kontak senjata antara kelompok putih dan kelompok merah di sekitar Desa


Pendolo dan Uwelene, Kecamatan Pamona Selatan, daerah perbatasan Sulawesi


Tengah dan Sulawesi Selatan.


24 Juli 2001


Selasa 24 Juli 2001, ratusan warga muslim Poso berunjuk rasa di Markas Polda


Sulteng. Unjuk rasa berakhir kacau, setelah bom meledak di samping ruangan


Kaditserse Polda.


3 September 2001


Senin 3 September 2002, Rektor Universitas Sintuwu Maroso Poso, Drs Kogego


ditembak oleh penembak misterius di Jembatan Poso. Korban mengalami pendarahan


serius.


17 September 2001


Senin 17 September 2001, dua warga Desa Betania, Kecamatan Poso Pesisir,


Kabupaten Poso, tertembak oleh kawanan penembak misterius: Matius Bejalemba


(35), warga Desa Betania mengalami luka tembak di bagian kepala, pinggang


sebelah kiri dan lengan sebelah kiri serta Kainuddin Lubangkila (45) yang


hanya mengalami luka di bagian perut.


14 Oktober 2001


Minggu 14 Oktober 2001, bus angkutan milik PO Antariksa jurusan Palu-Tentena


diberondong tembakan oleh sekelompok orang di ruas jalan di Kecamatan Sausu,


Kabupaten Donggala, 150 kilometer arah timur Palu. Akibatnya, seorang


perempuan berusia 24 tahun tewas dan sedikitnya enam orang lainnya mengalami


luka tembak.


18 Oktober 2001


Kamis 18 Oktober 2001, bus angkutan umum milik Perusahaan Otobus (PO)


Primadona, dibakar sekolompok massa tak dikenal di sekitar Kelurahan


Kayamanya, Kota Poso. Rompa (34), warga Bungku Barat tewas akibat dianiaya dan


tertusuk senjata tajam di bagian perutnya.


23 Oktober 2001


Selasa 23 Oktober 2001, ratusan warga muslim dari Desa Mapane, Kec. Poso


Pesisir, membakar puluhan pos polisi. Aksi pembakaran itu dilatar-belakangi


adanya penangkapan terhadap 42 warga Poso untuk menjalani pemeriksaan di


Markas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.


31 Oktober 2001


Rabu 31 Oktober 2001, puluhan rumah dan satu gereja di bakar kelompok tak


dikenal di Desa Pinedapa dan Kasiguncu, sekitar 20 kilometer arah Barat Kota


Poso.


01 November 2001


Kamis 01 November 2001, warga Desa Malitu, Poso Pesisir, tiba-tiba diserang


kelompok tak dikenal. Akibatnya, 129 rumah warga habis dibakar dan Nasa (45)


terkena tembakan di bagian paha kiri. Selain ratusan rumah terbakar, fasilitas


umum juga ikut dibakar, seperti kantor kepala desa, kantor koperasi, gedung


taman kanak-kanak, rumah ibadah (gereja), kantor PKK, rumah dinas guru dan


kepala sekolah.


08 November 2001


Kamis 08 November 2001, warga Sayo membakar truk bermuatan ikan cekalang


basah. Belakangan diketahui mobil itu memang tujuan Tentena, dikawal seorang


anggota Brimob. Di dalam mobil truk ditemukan bensin satu jirigen dan beberapa


botol aqua berisi bensin.


09 November 2001


Jum’at 09 November 2001, kontak senjata terjadi di sekitar Jembatan Dua,


perbatasan


Kelurahan Lembomawo dan Sayo, Kecamatan Poso Kota. Akibatnya, seorang warga


tewas dan dua lainnya luka-luka. Bersamaan dengan itu, di Kelurahan Sayo juga


terjadi pembakaran enam rumah dan barak.


10 November 2001


Sabtu 10 November 2001, terjadi baku tembak antara massa bertikai di dalam


kota dan massa dari luar kota Poso. Bentrokan itu menewaskan Yazet (40), dari


pihak penyerang dan beberapa orang lainnya terluka.


26 November 2001


Senin 26 November 2001, sekitar pukul 01.00 wita Gereja Bethany Poso, di Jalan


Pulau Kalimantan, Sulawesi Tengah, hancur akibat ledakan bom. Sebelum dibom,


gereja terlebih dahulu dibakar dengan menggunakan bahan bakar bensin. Tidak


ada korban jiwa, karena seluruh warga gereja sebelumnya sudah mengungsi ke


Tentena, sekitar 100 kilometer dari Poso.


27 November 2001


Selasa 27 November 2001, terjadi kontak senjata antara dua kelompok bertikai


di Desa Betalemba, Kecamatan Poso pesisir, Kabupaten Poso. Walau tidak ada


korban jiwa, kontak senjata itu menjadikan Poso kembali tegang.


03 Desember 2001


Senin 03 Desember 2001, ratusan warga Kota Poso mendatangi Markas Kodim 1307,


untuk meminta kejelasan keterlibatan anggota TNI dalam penculikan warga Toyado


sehari sebelumnya. Menurut warga, anggota TNI menculik delapan warga yang


sedang sahur di barak Toyado dan selanjutnya diserahkan ke kelompok merah.


Sempat terjadi keributan dengan pihak kepolisian yang menjaga unjuk rasa itu,


hingga kemudian terjadi penembakan yang menewaskan Sarifuddin (30), warga


Kayamanya dan empat orang lainnya luka.


19 Desember 2001


Rabu 19 Desember 2001, delapan warga Buyung Katedo, Desa Sepe, Kecamatan Lage


Poso, diserang orang tak dikenal. Untungnya, kedelapan petani yang sedang


memetik buah coklat di kebunnya, itu berhasil menyelamatkan diri.


20 Desember 2001


Kamis 20 Desember 2001, Deklarasi Malino


ditandatangani. Kelompok Islam dan Kristen yang bertikai di Poso, Sulawesi


Tengah, sepakat untuk berdamai dan menghentikan konflik. Kesepakatan itu


diperoleh setelah seluruh pimpinan lapangan dan perwakilan kedua kelompok


menandatangani perjanjian damai di Malino, Gowa, Sulawesi Selatan. Kesepakatan


itu kemudian dituangkan dalam Dekralasi Malino. Deklarasi dibacakan Menko Kesra


Jusuf Kalla selaku mediator. Dalam kesempatan tersebut, kedua pihak menandatangi


kesepakatan yang terdiri dari sepuluh butir :





  1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.




  2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian


    sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.


  3. Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.




  4. Untuk menjaga terciptanya suasana damai menolak memberlakukan keadaan


    darurat sipil serta campur tangan pihak asing.


  5. Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan


    menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain demi

    terciptanya kerukunan hidup bersama.


  6. Tanah Poso adalah bagian integral dari Indonesia. Karena itu, setiap warga


    negara memiliki hak untuk hidup, datang dan tinggal secara damai dan

    menghormati adat istiadat setempat.


  7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan ke pemiliknya yang sah


    sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.


  8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.




  9. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi


    secara menyeluruh.

  10. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip salingmenghormati dan menaati segala aturan yang telah disetujui baik dalam bentuk

    UU maupun dalam peraturan pemerintah dan ketentuan lainnya.


04 April 2002


Kamis 04 April 2002, dua bom rakitan meledak di daerah Desa Ratulene,


Kecamatan Poso Pesisir, tepatnya di Kantor Perusahaan Daerah Air Minum.


28 Mei 2002


Minggu 28 Mei 2002, bom rakitan meledak di tiga lokasi berbeda: di pantai


penghibur di Jalan Ahmad Yani, dekat Hotel Wisata, di pasar sentral Poso yang


mengakibatkan empat los terbakar dan di pertigaan bekas terminal Poso bom.


05 Juni 2002


Rabu 05 Juni 2002, bom yang diletakan di dalam bus PO Antariksa jurusan


Palu-Tentena meledak di sekitar Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir (sekitar 10


kilometer arah Barat jantung Kota Poso). Akibatnya, empat penumpang tewas dan


16 penumpang lainya mengalami luka. Korban tewas adalah Dedy Makawimbang (30)


dan Edy Ulin (25) yang tewas di tempat kejadian, sementara Gande Alimbuto (76)


dan anaknya, Lastri Oktaffin Alimbuto (19) tewas di RSU Poso.


01 Juli 2002


Senin 01 Juli 2002, bom berkekuatan low explosive meledak di Desa Tagolu,


Kecamatan Lage, Kabupaten Poso. Tidak ada korban akibat ledakan bom itu.


12 Juli 2002


Jum’at 12 Juli 2002, bom berdaya ledak cukup kuat menghantam bus Omega jurusan


Palu-Tentena, di Desa Ronoruncu, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso dan menewaskan


seorang remaja putri, Elfa Suwita Dolia (17), warga Desa Tokilo, Kecamatan


Pamona Selatan.


19 Juli 2002


Jum’at 19 Juli 2002, Nyoman Mandiri (26) dan Made Jabir (26), dua warga Kilo


Trans, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso, tewas ditembak penembak


misterius saat melintas di jalan raya di Desa Masani.


04 Agustus 2002


Minggu 04 Agustus 2002, kelompok tak dikenal menyerang Desa Matako, Kecamatan


Tojo, Kabupaten Poso. Serangan mendadak itu menghanguskan 13 rumah penduduk,


membakar dua rumah ibadah (gereja) dan melukai enam warga setempat.


08 Agustus 2002


Kamis 08 Agustus 2002, warga negara Italia, Lorenzo Taddei (34), tewas


ditembak orang tak dikenal dalam perjalanan dari Tanah Toraja, Sulawesi


Selatan menuju Sulawesi Tengah, di sekitar Desa Mayoa, Kecamatan Pamona


Selatan, Kabupaten Poso. Penembakan itu juga melukai Heronimus Banculu, 36


tahun yang tertembak di bagian paha kiri, Timotoius Kemba, 52 tahun yang


tertembak di bagian lengan kanan, Karingan, 21 tahun, yang tertembak di bagian


paha kanan dan Berting, 45 tahun, yang tertembak di bagian kepala bagian kiri.


12 Agustus 2002


Senin 12 Agustus 2002, gerombolan bersenjata menyerang Desa Sepe Silanca dan


Batu Gencu di Kecamatan Lage. Akibatnya, Sulaweno, Kania, Omritakada, Salangi


dan satu orang lainnya yang belum teridentifikasi tewas dengan sekujur tubuh


terbakar. Damai Pangkunah dan Simon Tangea mengalami luka berat tertembak di


bagian dada dan paha. Selain itu, ratusan rumah hangus terbakar dan rata


dengan tanah.


16 Agustus 2002


Jum’at 16 Agustus 2002, kerusuhan Poso merambah ke Kabupaten Morowali. Terjadi


aksi penyerangan oleh kelompok tak dikenal di Desa Mayumba, Kecamatan Mori


atas Kabupaten Morowali -138 kilometer dari Poso. Aksi itu menyebabkan 43


rumah warga terbakar dan delapan kios jualan warga ikut musnah. Selain itu, L


Petra (67) mengalami luka tembak di bagian paha dan seorang balita, Erik


meninggal di pelukan ibunya.


26 Agustus 2002


Senin 26 Agustus 2002, terjadi hampir bersamaan, dua bom meledak di dua tempat


dan mengakibatkan seorang polisi, Bripda Pitriadi (21) dan satu warga sipil,


nyonya Zainun (22) mengalami luka serius. Bom pertama meledak di Jalan


Morotai, Kelurahan Gebang Rejo dan bom kedua meledak di Jalan Yos Sudarso,


Kelurahan Kasintuwu.


04 Desember 2002


Rabu 04 Desember 2002, Agustinus Baco (57) warga Desa Kawende, Kecamatan Poso


Pesisir, meninggal di tempat akibat diterjal peluru.


05 Desember 2002


Kamis 05 Desember 2002, Toni Sango (23) pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten


Poso, dan Oeter (23) tewas akibat ditembak orang tak dikenal.


26 Desember 2002


Kamis 26 Desember 2002, Kepala Desa Tokorondo, Kecamatan Poso Pesisir,


Kabupaten Poso, M Jabir (52), ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di


Jalan Trans Sulawesi menghubungkan Gorontalo-Sulteng-Sulsel akibat tembakan.


02 Juni 2003


Senin 02 Juni 2003, Yefta Barumuju (37) penduduk dusun Kapompa, Kelurahan


Madale, Kecamatan Poso Kota tewas di tempat setelah ditembak orang tak


dikenal. Ia diterjal peluru dibagian dada dan paha kanan. Kawan korban, Darma


Kusuma (35) selamat walau rusuk dan lutut kanannya juga terkena timah panas.


07 Agustus 2003


Kamis 07 Agustus 2003, bom rakitan meledak di rumah Aisyah Ali, warga Jalan


Pulau Sabang Kelurahan Raya Manya, Kota Poso. Akibatnya, menewaskan Bahtiar


alias Manto (20) yang bekerja sebagai nelayan.


11 September 2003


Kamis 11 September 2003, bom berkekuatan cukup besar meledak di tengah


kerumunan massa persis di depan kantor Lurah Kasiguncu, Kecamatan Poso


Pesisir. Lima warga luka-luka.


10 Oktober 2003


Jumat 10 Oktober 2003, bias rusuh Poso terjadi di Desa Beteleme, ibu kota


Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali (sekitar 300 kilometer dari Kota Poso).


Puluhan orang tak dikenal menyerang desa itu dengan memakai penutup muka ala


cadar. Akibatnya, tiga warga sipil: Derina Mbai (48 tahun), Hengky Malito (36


tahun) dan Oster Tarioko (47 tahun) tewas, sementara satu warga lainnya


dilarikan ke rumah sakit setempat karena terkena tembakan di bagian kaki.


Selain itu, 27 unit rumah terbakar, tiga mobil terbaka dan tujuh sepeda motor


terbakar, serta satu unit sepeda motor hilang.


11 Oktober 2003


Sabtu 11 Oktober 2003, sekelompok orang tak dikenal menyerang empat desa:


Pantangolemba, Saatu, Pinedapa di Kecamatan Poso Pesisir dan Madale di


Kecamatan Poso Kota. Akibatnya, satu warga Desa Pinedapa, Ayub (26) tewas


seketika, sementara tujuh korban lainnya belum teridentifikasi. Penyerangan


itu juga melukai 14 warga di empat desa itu.


14 Oktober 2003


Selasa 14 Oktober 2003, situasi Poso kembali tegang menyusul sebuah bom


rakitan meledak Kelurahan Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir, sekitar 12


kilometer dari Kota Poso.


17 Oktober 2003


Jum’at 17 Oktober 2003, kelompok penyerang Poso kembali beraksi. Kawasan Tanah


Runtuh, Kelurahan Gebang Rejo, Kecamatan Poso Kota diserang. Akibatnya, satu


buah bangunan bengkel kerajinan souvenir kayu ebony ludes terbakar, dapur


rumah milik Naufal dibakar, dan kaca depan rumah Anshori yang juga kantor


Yayasan Amanah berhamburan di lantai. Tapi, kejadian itu tidak memakan korban


jiwa.


11 November 2003


Selasa, 11 November 2003, bom rakitan jenis low explosive meledak di Kota


Tentena, ibukota Kecamatan Pamona Utara, wilayah basis pengungsi Kriten Poso.


Bom itu meledak di kantor agen Pengangkutan Oto (PO) Bus Omega yang melayani


penumpang jurusan Palu-Tentena.


15 November 2003


Sabtu 15 November 2003, polisi menyerbu sebuah rumah yang diperkirakan tempat


para tersangka pelaku penyerangan tanggal 11 Oktober 2003. Dari penyerbuan ini


menewaskan Hamid.


16 November 2003


Minggu 16 November 2003, ribuan massa mengepung Markas Kepolisian Resor Poso


lantaran tidak menerima kematian Hamid (18), warga Tabalu, Kecamatan Poso


Pesisir yang mati ditembak. Selain itu, polisi juga menangkap dua warga Tabalu


dan Ratolene lainnya, yaitu Zukri yang kemudian dilepas dan Irwan Bin Rais


yang masih ditahan.


17 November 2003


Senin 17 November 2003, tiga orang merusak bus dengan menggunakan linggis dan


senjata api rakitan di Desa Kuku, Kecamatan Tamona Utara, Poso.


19 November 2003


Rabu 19 November 2003, belasan orang bersenjata menyerang pos penjagaan aparat


di Dusun Taripa, Desa Toini, Kecamatan Poso Pesisir.


26 November 2003


Rabu 26 November 2003, bom rakitan yang berkekuatan rendah meledak di Jalan


Pulau Irian, Tanah Runtuh, Poso.


29 November 2003


Sabtu, 29 Npvember 2003, empat nyawa melayang dalam dua kejadian serangan


kelompok tidak dikenal berbeda, di Poso. I Made Simson dan I Ketut Sarmon


tertembak di Desa Kilo Trans Poso Pesisir, sementara Ruslan Terampi dan Ritin


Bodel tewas di Desa Rompi, Ulu Bongka Pesisir Utara.


23 Desember 2003


Selasa 23 Desember 2003, bom berdaya ledak rendah meledak di depan kantor


Lurah Lembomawo, Kecamatan Poso Kota, Kabupaten Poso.


26 Desember 2003


Jum’at 26 Desember 2003, terjadi ledakan yang diperkirakan berada di


perbatasan Kelurahan Gebang Rejo dan Lembomawo, Kecamatan Poso Kota.


04 Januari 2004


Minggu 04 Jnauari 2004, Kepolisian Resor Poso menemukan tiga bom aktif di Desa


Tabalu, Kecamatan Poso Pesisir.


18 Januari 2004


Minggu 18 Januari 2004, satu bom aktif ditemukan di perbatasan Kelurahan


Moengko Lama dan Kayamanya, pinggiran kota Poso.


24 Januari 2004


Sabtu 24 Januari 2004, aparat Kepolisian Resor Poso, Bharada Azis mengalami


luka tembak di bagian betis kaki kirinya setelah diberondong tiga orang


bercadar di Desa Masani, Kecamatan Poso pesisir.


27 Maret 2004


Selasa 27 Maret 2004, Christian Tanalida (37) tewas terkena aksi penembakan


misterius di Kelurahan Kawua, Kota Poso.


30 Maret 2004


Selasa 30 Maret 2004, terjadi aksi penembakan misterius yang menewaskan Dekan


Fakultas Hukum Universitas Sintuwu Maroso (Unsimar) Poso, Rosio Pilongo SH.MH,


di Kampus Universitas Sintuwu Maroso Poso.


13 April 2004


Selasa 13 April 2004, sehari menjelang hari Idul Fitri, terjadi ledakan bom


yang mengguncang kawasan Pasar Sentral Poso, menewaskan enam warga, meledak di


dalam angkutan kota jurusan Poso-Tentena sekitar pukul 09.20 Wita.


17 April 2004


Sabtu 17 April 2004, polisi menemukan 21 bom rakitan di Poso, tersebar di tiga


kecamatan, dua diantaranya di kecamatan Poso kota dan Poso pesisir. Bom


ditemukan di ditimbun perkebunan coklat yang sekitar rumah penduduk


18 Juli 2004


Minggu 18 Juli 2004, Pendeta Susianti Tinulele ditembak pria tidak dikenal


ketika sedang memimpin ibadah di Gereja Efatha di Jalan Banteng, Palu Selatan.


Pada kejadian itu, empat jemaat terkena luka akibat berondongan peluru, yakni


Farid Melindo (15), Christianto (18), Listiani (15) dan Desri (17). Mereka


terluka peluru di bagian lutut, pinggul, dan paha.


13 November 2004


Sabtu 13 November 2004, terjadi ledakan bom yang menewaskan enam orang dan


mencederai tiga lainnya.


03 Januari 2005


Senin 03 Jnauari 2005, terjadi ledakan bom di dekat Asrama Brimob dan hanya


menimbulkan kerusakan bangunan.


28 April 2005


Kamis 28 April 2005, terjadi ledakan dua bom di Kantor Pusat Rekonsiliasi


Konflik dan Perdamaian Poso sekitar pukul 20.00 Wita. Bom kedua meledak di


Kantor Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil pukul 22.00 Wita. Tidak ada korban


jiwa.


28 Mei 2005


Sabtu pagi 28 Mei 2005, terjadi ledakan bom pada pukul 08.15 Wita di Pasar


Tentena dan pukul 08.30 Wita di samping Kantor BRI Unit Tentena, Kecamatan


Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menewaskan sedikitnya 22 orang


dan melukai 70 orang lainnya. Bom rakitan berdaya ledak tinggi itu berisikan


potongan paku, menggunakan timer sebagai pemicu, dan batu baterai 1,5 volt


yang berfungsi sebagai arus listrik.


29 Oktober 2005


Sabtu 29 Oktober 2005, tiga siswi SMUK GKST Poso ditemukan tewas dengan tubuh


dan kepala pisah.


8 November 2005


Dua siswi SMK ditembak orang tak dikenal di depan rumahnya.


30 Desember 2005


Bom meledak di Pasar Maesa, Palu Selatan. Korban tewas 7 orang dan 50 orang


luka-luka.


08 Mei 2006


Senin 08 Mei 2006, selepas shubuh empat orang anggota Densus 88 diserang warga


Poso, dua sepeda motor mereka dibakar. Keempat orang itu berhasil meloloskan


diri dari amuk warga. Saat itu, anggota Densus 88 hendak menangkap seorang


warga Kelurahan Lawanga, Kecamatan Poso Kota, Poso, bernama Taufik Bulaga (24


tahun). Penyerangan itu sebagai bentuk ketidaksukaan warga terhadap Densus 88


yang suka seenaknya menangkap orang.


03 Agustus 2006


Kamis 03 Agustus 2006, sekitar pukul 20.45 Wita terjadi ledakan cukup keras di


sekitar Kompleks Gedung Olah Raga Poso, Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan


Kasintuwu, Poso.


31 Agustus 2006


Kamis 31 Agustus 2006, Brigadir Jenderal Polisi Oegroseno menyerahkan jabatan


Kepala Polda Sulawesi Tengah kepada Komisaris Besar Badrudin Haiti di Mabes


Polri. Kepala Polri Jenderal Sutanto selanjutnya menempatkan Oegroseno sebagai


Kepala Pusat Informasi dan Pengolahan Data Divisi Telematika Mabes Polri.


22 September 2006


Jum’at 22 September 2006, Tibo dkk dieksekusi mati.


( Klik streaming


from Liputan 6 )


29 September2006


Jumat siang 29 September 2006, terjadi empat ledakan bom yang disusul pecahnya


kerusuhan massa di Taripa, Kecamatan Pamona Timur. Sekitar 500 orang mengamuk


dan merusak fasilitas polisi, membakar pos polisi, membakar truk dan mobil


patroli aparat keamanan, membakar beberapa sepeda motor, dan melempari


helikopter milik kepolisian. Kemarahan massa dipicu kekecewaan karena Kepala


Polda Sulawesi Tengah menolak berdialog dengan mereka perihal eksekusi Tibo


Cs.


( Klik streaming


from Liputan 6 )


30 September 2006


Sabtu 30 September 2006 sekitar pukul 22:00 WITA, bom meledak di dekat Gereja


Maranatha, Kelurahan Kawua. Satu jam kemudian bom meledak di dekat Kantor


Camat Poso Kota Selatan di Jalan Tabatoki. Juga terjadi pelemparan granat oleh


dua orang tak dikenal terhadap kerumunan orang di Kelurahan Kawua, Kecamatan


Poso Kota.


01 Oktober 2006


Minggu malam 01 Oktober 2006, kelompok berpenutup kepala ala ninja beraksi,


menghadang mobil sewaan di rute Parigi-Makassar yang berhenti karena terhalang


bangkai sepeda motor. Ninja membacok punggung dan menghantam kepala Jelin, 20


tahun, dengan benda keras dalam insiden di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan


Poso, itu. Penghadangan juga dialami Ebiet, pekerja perusahaan pemasok tabung


gas elpiji. Ebiet sempat diculik selama dua hari di Pamona Selatan, sekitar 60


kilometer dari Poso.


16 Oktober 2006


Senin 16 Oktober 2006, Pendeta Irianto Kongkoli Sekretaris Umum (Sekum) Sinode


GKST (Gereja Kristen Sulawesi Tengah) ditembak mati oleh orang tak dikenal di


kawasan Jalan Monginsidi, Kelurahan Lolo Selatan, sekitar pukul 08;15 Wita.


Ketika itu, korban yang ditemani istri (Iptu Rita Kupa) dan anaknya Gemala


Gita Evaria (4) hendak berbelanja bahan bangunan (tegel) di Toko Sinar Sakti.


Korban langsung di larikan ke rumah sakit (RS) Bala Keselamatan sekitar 500


meter dari tempat kejadian perkara (TKP), namun jiwanya tidak berhasil


diselamatkan. Sementara Ny Rita dan anaknya Gea berhasil lolos dari musibah


berdarah itu. Pendeta Irianto Kongkoli direncanakan menggantikan Pendeta


Rinaldy Damanik yang mengundurkan sebagai Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen


Sulawesi Tengah (GKST) setelah terpidana mati kasus Poso Tibo cs dieksekusi


mati. 6 )


18 Oktober 2006


Rabu 18 Oktober 2006, jenazah Pendeta Irianto Kongkoli sekitar pukul 10.00


Wita disemayamkan di Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GSKT) Anugerah Masomba


yang terletak dibilangan Jln Tanjung Manimbaya. Acara pelepasan dan pemakaman


dipimpin langsung oleh Pendeta Isak Pole Msi (Ketua I Majelis Sinode GKST).


21 Oktober 2006


Sabtu 21 Oktober 2006, kerja keras tim penyidik Kepolisian Daerah Sulawesi


Tengah (Polda Sulteng) dibantu Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes


Polri berhasil membawa 11 orang untuk diperiksa sehubungan dengan kasus


penembakan Pendeta Irianto Kongkoli.


22-23 Oktober 2006


Minggu 22 Oktober 2006 dan Senin 23 Oktober 2006, terjadi bentrokan antara


anggota Brigade Mobil (Brimob) dengan warga Kelurahan Gebangrejo, Kota Poso.


Bentrokan pada malam Idul Fitri itu terjadi karena polisi tidak sensitif


terhadap umat Islam. Akibatnya, seorang warga tewas, tiga lainnya luka-luka


(termasuk seorang anak berusia empat tahun), sebuah mobil polisi dan beberapa


sepeda motor terbakar.


27 Oktober 2006


Jum’at 27 Oktober 2006, SBY bertolak ke China melalui bandara Halim Perdana


Kusumah.


08 November 2006


Senin 08 November 2006, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mulai mengadili


Hasanuddin (34), salah seorang terdakwa pembunuh tiga siswi SMA di Poso yang


terjadi 29 Oktober 2005. Tim jaksa yang diketuai Payaman mendakwa Hasanuddin


sebagai perencana pembunuhan Alfita Poliwo, Theresia Morangki, dan Yarni


Sambue.


14 November 2006


Selasa 14 November 2006, Andi Lalu alias Andi Bocor menyerahkan diri. Setelah


diperiksa tiga hari, Andi dilepas.   ( Klik streaming


from Liputan 6 )


28 November 2006


Selasa 28 November 2006, Iskandar alias Ateng Marjo dan Nasir, dua di antara


29 orang pada daftar pencarian orang Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah,


menyerahkan diri ke Kepolisian Resor Poso.  ( Klik streaming


from Liputan 6 )


11 Januari 2007


Pada Kamis 11 Januari 2007, sekitar pukul Pukul 06.00 WITA, Densus 88 dan dua


SSK Brimob Sulteng menggeledah rumah Basri (DPO) di Jl Pulau Jawa II Kelurahan


Gebangrejo, Poso Kota. Karena tak menemukan orang yang dicari, aparat


melanjutkan pencarian ke rumah Yadit (DPO) yang terletak sekitar 50 meter


meter dari rumah Basri. Di rumah Yadit, aparat menemukan Dedi Parshan (DPO)


yang sedang tertidur.


Pukul 6.30 WITA, Dedi yang berusaha melarikan diri tewas dengan rentetan


tembakan di bagian lengan kanan dan kiri dan terlihat luka tusukan di dada.


Sekitar 300 m dari rumah Yadit, tepatnya di pesantren Al Amanah, Tanah Runtuh,


ratusan polisi mengepung dan menembak mati ustadz Riansyah di bagian kepala.


Sementara ustadz Ibnu yang juga pengajar pesantren Al Amanah, luka tertembak


di bagian perut dan punggung.


Penyergapan melibatkan dua tim CRT (Cepat Reaksi Tanggap) Polres Poso,


diperkuat dua SSK (Satuan Setingkat Kompi) anggota Brimob Polda Sulteng.


Hasilnya, lima dari 29 warga yang ditetapkan dalam DPO itu ditangkap. Mereka


adalah Dedi Parshan (28), Anang Muhtadin alias Papa Enal (40),


Upik alias


Pagar (22), Paiman alias Sarjono (33), dan Abdul Muis (25). Anang, Upik dan


Muis mengalami luka tembak di beberapa bagian tubuh mereka.


Kematian Ustadz Riansyah membuat warga marah. Bripda Dedy Hendra anggota


Polmas (Polisi Masyarakat) di Kelurahan Tegal Rejo yang mengendarai sepeda


motor seorang diri, melntas di TPU Lawanga saat prosesi pemakanan terhadap


Ustadz Riansyah berlangsung. Puluhan pelayat yang masih tersulut emosi akibat


kematian Ustadz Riansyah segera melakukan pencegatan. Dedi dihakimi hingga


tewas di tempat. Jenazah Bripda Dedy Hendra setelah disemayamkan di Mapolres


Poso, diterbangkan ke Bandung (Jawa Barat) pada Jumat pagi (12 Jan 2007)


menggunakan pesawat khusus milik Polri.


Sebelumnya, November 2006 lalu, sudah ada tiga dari 29 DPO yang menyerahkan


diri. Pada Selasa 14 Nov 2006, Andi Lalu alias Andi Bocor menyerahkan diri.


Setelah diperiksa tiga hari, Andi dilepas. Dua pekan kemudian, Selasa 28 Nov


2006 Iskandar alias Ateng Marjo dan Nasir menyerahkan diri ke Kepolisian Resor


Poso.


Dengan demikian, sejak November 2006 hingga 11 Januari 2007, sudah ada 8 dari


29 DPO yang berhasil diamankan aparat.


14-15 Januari 2007


Minggu malam (14 Jan 2007) hingga Senin dini hari (15 Jan 2007), terjadi


ketegangan antara anggota polisi dengan sekelompok warga. Maka, pengamanan


diperketat dengan menyebar pasukan dalam jumlah yang lebih banyak di


titik-titik strategis. Belasan anggota polisi bersenjata lengkap disiagakan di


ruas-ruas jalan utama dalam kota Poso, padahal pada hari biasanya jumlah


anggota polisi yang disiagakan kurang dari lima orang. Selain itu, puluhan


kendaraan taktis berisi pasukan bersenjata juga mengintensif patroli dalam


kota Poso. Beberapa kendaraan taktis diparkir di ruas-ruas jalan yang dinilai


rawan seperti di Jalan Pulau Bali, Pulau Serang, Pulau Irian dan Pulau


Sumatera.


15 Januari 2007


Senin sore (15 Jan 2007), aparat keamanan di kota Poso kembali bersitegang


dengan sekelompok warga di Jalan Pulau Irian Kelurahan Gebang Rejo. Warga


Jalan Pulau Irian mulai terkonsentrasi sejak pukl 15:00 Wita, saat polisi


meningkatkan pengamanan dengan mengerahkan beberapa kendaraan taktis ke


kawasan tersebut. Sekitar pukul 18:15 Wita, mulai terdengar rentetan letusan


senjata api disertai bunyi tiang listrik dipukul-pukul membuat sebahagian


warga berlarian menuju arah Jalan Pulau Irian. Suara letusan senjata api dan


dentuman tiang listrik terdengar hingga pukul 19:00 Wita, bahkan sesekali


terdengar suara ledakan keras yang diduga kuat bersumber dari bom rakitan di


sekitar Kelurahan Gebang Rejo dan Kelurahan Kayamanya. Aliran listrik di Jalan


Pulau Sumatera sempat padam, sementara warga di Jalan Pulau Irian, Jalan Pulau


Jawa dan Jalan Pulau Madura sengaja memadamkan aliran listrik. Sekelompok


warga di ketiga jalan yang berada dalam wilayah Kelurahan Gebang Rejo ini juga


membuat blokade di ruas jalan dengan menaruh benda-benda keras seperti batu,


kayu dan drum. Hingga pukul 22.00 wita suara tembakan belum mereda. Tidak ada


korban jiwa.


16 Januari 2007


Hingga Selasa siang (16 Jan 2007), situasi tegang dan mencekam masih terus


dirasakan. Penyerangan atas Polres Poso oleh sekelompok waga berlangsung


semalam suntuk, menggunakan berbagai jenis senjata api, termasuk bom.


Kapolda Sulawesi Tengah, Brigjen Pol Drs Badrodin Haiti, mengeluarkan maklumat


tertanggal 16 Januari 2007, berisi perintah antara lain melakukan tindakan


tegas hingga tembak di tempat kepada siapa pun yang memiliki, menyimpan,


atau membawa senpi dan bahan peledak tanpa otoritas yang sah. Menurut Kabid


Humas Polda Sulteng, AKBP M Kilat, masyarakat yang memiliki, menguasai atau


menyimpan senpi, amunisi, serta bahan peledak dengan tanpa hak juga diminta


untuk segera menyerahkan kepada aparat berwajib secara sukarela. Dasar


dikeluarkannya maklumat tersebut sudah jelas antara lain UU No 2 Tahun 2002


tentang Kepolisian RI, UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No 12 Tahun 1952


tentang senjata api dan bahan peledak, Peraturan Polda Sulteng Tahun 2006


tentang batas akhir penyerahan senpi, amunisi dan bahan peledak secara


sukarela di wilayah Sulteng.


Maklumat tersebut mendapat kecaman dari Ketua BMMP (Barisan Muda Muslim Poso)


Drs Zulkifli Kay, yang menilai maklumat itu terlalu berlebihan. Kay juga


mengatakan, maklumat tembak di tempat memberi kesan telah terjadi konflik


terbuka dengan eskalasi yang luas, sehingga membuat situasi keamanan di Poso


tidak terkendali.


Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Sisno Adiwinoto, sehubungan dengan maklumat


tersebut menyatakan, di dalam prosedur Polri tidak dikenal istilah tembak di


tempat. Setiap anggota polisi, telah dibekali pengetahuan kapan saatnya dapat


menggunakan senjata apinya. Tanpa perintah tembak di tempat, setiap anggota


polisi harus tahu kapan tepatnya harus menarik pelatuk senjata apinya. Dengan


keluarnya perintah itu, kalau terjadi sesuatu yang berakibat hukum dan harus


berhadapan dengan divisi propam, merupakan risiko Kapolda Sulteng.


18 Januari 2007


Kamis pagi tanggal 18 Januari 2007, sebuah bom hampa berdaya ledak rendah


meledak di Jalan Pulau Sumbawa Kelurahan Gebang Rejo kota Poso, Sulawesi


Tengah (Sulteng). Bom meledak sekitar pukul 09:20 Wita di dalam saluran air,


tepatnya di belakang Kantor PT Bank Sulteng Cabang Poso atau sekitar 100 meter


dari Mapolres Poso dan Pasar Sentral Poso yang terletak di Jalan Pulau


Sumatera. Kapolres Poso AKBP Drs Rudi Sufahriadi mengatakan, bom jenis low


explosive itu terbuat dari (casing) botol air mineral dengan bahan sulfur dan


florat. Pelakunya diduga dari kelompok yang selama ini menjadi buron polisi


dengan ciri-ciri rambut gondrong dan berpostur tinggi besar. Tidak ada korban


jiwa, hanya sempat membuat kaget sebagian pedagang dan pengunjung di Pasar


Sentral Poso. Aktivitas masyarakat secara umum berlangsung normal.


Kamis malam tanggal 18 Januari 2007, terjadi ledakan bom di dua tempat.


Ledakan pertama terjadi di Jalan Pulau Aru, Kelurahan Gebangrejo sekitar pukul


18:00 Wita, tepatnya di belakang Gereja Eklesia Poso. Ledakan tersebut sempat


membuat warga di sekitar gereja panik meski tidak ada korban jiwa. Ledakan


kedua terjadi di Jalan Pulau Sumatera sekitar pukul 22:30 Wita yang berlokasi


di depan Pasar Sentral Poso. Lokasi ledakan tersebut hanya berjarak sekitar


100 meter dari Mapolres Poso. Ledakan kedua membuat aktivitas jual beli di


pasar terganggu. Para penjual dan pembeli memutuskan pulang lebih awal untuk


menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua ledakan tersebut tidak


menimbulkan korban jiwa hanya sempat membuat panik beberapa warga di sekitar


lokasi.


20 Januari 2007


Sabtu, 20 Januari 2007 sekitar pukul 13:30 Wita, ditemukan sebuah bom rakitan


ukuran panjang sekitar 15 centimeter dengan diameter berkisar lima centimeter,


di pinggiran jalan bagian depan Gereja Advent di Kelurahan Kasintuwu, Poso


Kota, Sulawesi Tengah (Sulteng). Menurut Kapolres Poso AKBP Drs Rudi


Sufahriadi, bom aktif yang belum meledak dan berada dalam kantong plastik


berwarna hitam itu berhasil diamankan petugas Jihandak, dan segera dibawa


dengan mobil khusus ke Markas Brimob Polda Sulteng di Kelurahan Moengko untuk


diledakkan.


22 Januari 2007


Senin 22 Januari 2007, situasi kota Poso memanas sejak sekitar pukul 08:30


Wita, terdengar suara rentetan tembakan di Jalan Pulau Irian Kelurahan


Gebangrejo, Poso Kota. Hasilnya, dua warga Poso bernama Paijo (40) dan Kusno


(35) mengalami luka tembak karena peluru nyasar akibat peristiwa baku tembak


antara pihak kepolisian dan para Daftar Pencarian Orang (DPO) Poso di Jalan


Irian, Poso Kota. Paijo yang berprofesi sebagai tukang ojek menderita luka


tembak di lengan kiri bagian atas sedangkan Kusno (penjual bakso) mederita


luka tembak di kepala bagian atas, keduanya sempat mengalami perawatan di RSUD


Poso. Menurut Kabid Humas Polda Sulteng AKBP M Kilat SH MH, anggota kepolisian


Ipda Maslikan menderita luka tembak di bagian paha, dan langsung dilarikan ke


Rumah Sakit Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah.


Bentrokan antara aparat dengan warga yang terjadi 22 Januari 207 sekitar pukul


07.30 WITA hingga 16.00 WITA, berlangsung di beberapa lokasi, yaitu Jalan


Pulau Nias, Jalan Pulau Sabang, Jalan Pulau Mentawai di Kelurahan Kayamanya.


Di Kelurahan Gebang Rejo tersebar di Jalan Pulau Kalimantan, Pulau Irian,


Pulau Seribu, Pulau Seram, dan Pulau Jawa. Serta di perbukitan hutan jati yang


berada di perbatasan Kelurahan Gebangrejo dan Desa Lembomawo. Dari bentrokan


ini jatuh korban tewas antara lain Ustadz Mahmud, Ustadz Yakub, Ustadz Idrus,


dan seorang warga yang akrab disapa Om Gam.


Insiden bakutembak di Jalan Pulau Kalimantan Kelurahan Gebang Rejo


mengakibatkan empat anggota Brimob terkena peluru senjata api, seorang di


antaranya bernama Bripda Rony Iskandar tewas dengan luka tembak di bagian


kepala. Pangkat Ronny dinaikkan menjadi Briptu anumerta. Sedangkan sedangkan


korban luka selain Ipda Muslihan, juga Bripda I Wayan Panda (anggota Brimob),


Bripda Wahid, Brigadir Dudung Adi (anggota Brimob), Brigadir Kosmas (anggota


CRT Mabes Polri). Rony adalah anggota Brimob yang di-BKO di Densus 88 Anti


Teror Polda Sulteng. Sedangkan Muslihan adalah anggota Densus 88, dan Bripda


Wahid adalah anggota Brimob Sulteng. Menurut Kabid Humas Polda Sulteng AKBP


Muhammad Kilat, Selasa 23 Jan 2007, korban tewas dari kelompok bersenjata


berjumlah 13 orang.


Identitas 13 korban tewas itu adalah Tengku Irsan alias Icang, Ridwan alias


Duan, Firmansyah alias Firman (Siswa MTs Negeri Poso) luka tembak di bagian


perut, Nurgam alias Om Gam (luka tembak di bagian kepala), Idrus Asapa, Toto,


Yusuf, Muh Sapri alias Andreas, Aprianto alias Mumin, Hiban, Huma, Sudarsono,


dan Ridwan Wahab alias Gunawan, Ustadz Mahmud (luka tembak di kepala).


Dari 13 anggota kelompok bersenjata yang tewas hanya satu orang yang masuk


dalam DPO, yaitu Icang. Tengku Firsan alias Icang, diduga aparat sebagai


perakit hampir semua bom yang diledakkan di Poso dan Palu. Icang juga diduga


aparat terlibat peledakan bom di Pasar Sentral Poso, peledakan bom di Pasar


Maesa, Palu, dan penembakan lima anggota Brimob di Ambon pada tahun 2005.


23 Januari 2007


Selasa 23 Januari 2007, menurut Kadiv Humas Polri Irjen Sisno Adiwinoto, tiga


orang yang masuk dalam DPO menyerahkan diri. Mereka adalah Iswadi alias Is,


Yasin alias Utomo, dan Faizul alias Takub. Sementara itu, sebanyak dua SSK


(Satuan Setingkat Kompi) anggota Brimob Kelapa Dua Jakarta dikerahkan ke Poso,


Sulawesi Tengah (Sulteng), untuk memperkuat pengamanan di wilayah yang sepekan


terakhir kembali memanas. Pasukan elit Polri ini dipimpin Kompol Gatot selaku


Kepala Detasemen serta AKP Muhammad Tedjo dan Iptu Iwan masing-masing sebagai


Komandan Kompi. Sebelumnya sudah ada sembilan SSK pasukan Brimob kiriman yang


di BKO (Bawah Kendali Operasi)-kan di Mapolres Poso. Dengan demikian total


seluruh pasukan Brimob BKO di daerah konflik itu sebanyak 11 SSK atau sekitar


1.100 personil. Sedangkan jumlah personil Polisi dan TNI organik maupun


nonorganik di Poso, termasuk di Kabupaten Tojo Unauna dan Morowali (daerah


pemekaran Poso) berkisar 5.000 orang.


Saksi Poso Berbicara Di Jakarta


laporan Syarifuddin AmbalawiHanya selang 2 hari setelah sweeping Brimob terhadap 16 muslim Poso yang termasuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) yang menyebabkan tewasnya belasan penduduk sipil muslim Poso 22 Jan 2007 lalu, Ust. Ahmad kemudian diutus oleh Ust. Adnan Arsal, tokoh agama Islam Poso setempat, untuk ke Jakarta melaporkan fakta sebenarnya. Kamis, 25 Jan 2007, Ust. Ahmad didampingi beberapa tokoh Forum Umat Islam, termasuk Ust. Abu Bakar Ba’asyir dari Majelis Mujahidin Indonesia dan Habib Rizieq dari Front Pembela Islam, mendatangi Komnas HAM untuk menyampaikan fakta.


Rekaman Video Yang MenjijikkanRekaman video kekejaman ‘Kristen Radikal’ pada masa sebelum kesepakatan Malino dipersaksikan. Tampak belasan mayat anak kecil Muslim sedang dikumpulkan, diantaranya ada anak balita yang 1/3 tempurung kepala bagian atasnya lepas terbacok rata (kemudian disambungkan lagi), usus terburai dan anak kecil lainnya yang punggung atau bahunya terbelah lebar dan dalam bekas bacokan. Disisi lain tampak pula mayat-mayat orang dewasa termasuk para wanita dewasa. Mayat seorang ibu terlihat pergelangan tangannya putus rata dibacok dengan senjata yang sangat tajam yang menyebabkan bekas bacokannya sangat ‘rata’.


Suatu rekaman video penutup akhirnya diputarkan yang menyebabkan teriakan ledakan marah para pemuda ormas Islam yang ikut hadir disertai teriakan histeris para wartawan yang ikut menyaksikan.


Dalam rekaman ini tampak seorang pemuda muslim Poso sedang dikeroyok oleh sekelompok pemuda Kristen Radikal (istilah yang dikemukakan Habib Rizieq untuk membedakannya dengan umat Kristen umum). Sebuah golok telah menyabet kulit kepala pemuda tersebut hingga terkelupas selebar dan setebal kue serabi, sehingga terlihat daging berwarna putih dan kelupasan kulit kepala yang masih menggantung di kepalanya terumbai-umbai ketika ia bergerak kesana kemari. Pemuda muslim ini terlihat masih bisa berdiri dan teriak-teriak minta tolong pada polisi bersenjata lengkap yang ada disekitarnya namun tak berdaya atau tak berani atau tak mau bertindak tegas. Beberapa pemuda Kristen Radikal terlihat masih terus memukulnya dengan kayu, sementara seorang pemuda lainnya menombak dada kiri pemuda malang tersebut dengan sebilah bambu runcing. Pemuda tersebut melepas tombak bambu itu dengan tangannya, lalu dengan kepala yang berlumuran darah, kulit kepala terkelupas, baju penuh darah, ia berjalan terhuyung menuju mobil polisi yang ada 3 meter disampingnya. Sesaat terlihat kelupasan kulit kepala pemuda tersebut masih melambai tergantung diatas telinganya akibat gerakan tubuhnya. Seorang polisi yang ada dalam mobil tersebut mengusirnya ketika pemuda malang itu minta perlindungan, mungkin polisi itu jijik mempersilahkannya masuk ke mobil atau bisa juga ia takut melindungi pemuda itu sementara puluhan pemuda Kristen Radikal sedang memukulinya. Walau akhirnya pemuda malang tersebut bisa diselamatkan ke sebuah mobil patroli bak terbuka polisi, namun dari sekitar 20 – 30 polisi yang ada di lokasi hanya 1-2 orang yang terlihat berusaha melerai, namun dengan cara seadanya.


Andi Baso, tokoh penandatangan Perjanjian Malino, yang ikut hadir menjelaskan bahwa itu masih belum apa-apa dibanding laporan yang ia terima dimana beberapa wanita dewasa di suatu desa di Poso diperkosa para Kristen Radikal dan beberapa diantaranya kemaluannya dimasukkan botol dengan paksa, ditendang kemaluannya, dan lalu sebagian mati ditempat. Kabar lain mengatakan Tibo pernah menyembelih seorang anak kecil dan meminum darahnya yang sedang mengalir dari lehernya langsung ke mulutnya.


Kecemburuan Sosial Sebagai Sumbu Perang Antar Umat Beragama Poso


Menurut Andi Baso, pemicu awal perang Poso adalah kecemburuan sosial dari umat Kristen terhadap kemajuan umat Islam di Poso. Warga Kristen Poso sudah biasa menenggak minuman keras sehingga bangun telat, ke ladang telat, kerja telat, akhirnya ekonomi memburuk. Sedang warga muslim, ditambah pengaruh transmigran muslim dari Jawa, yang selalu bangun subuh untuk sholat subuh, lalu berangkat kerja sejak subuh, lantas lebih cepat maju. Akibat kemajuan ekonomi umat Islam, lantas lebih banyak mesjid dibangun, lalu uang lebih banyak tersedia untuk beli pengeras suara. Kemajuan rumah ibadah dan pengeras suara ini merupakan friksi awal yang memulai kecemburuan sosial. Secara logika dalam situasi seperti ini provokasi dari luar lebih mudah meledakkan umat Kristen, sebaliknya tidak ada artinya provokasi bagi umat Islam yang tidak memiliki kecemburuan sosial.


Perjanjian MalinoDitandatanganinya Perjanjian Malino adalah langkah akhir pihak Kristen Radikal untuk ‘menyerah’ akibat kemenangan umat Islam yang dipimpin oleh sebagian diantaranya adalah para 16 DPO muslim yang kini dicari-cari polisi. Kalau saja Kristen Radikal tidak kalah rasanya tidak akan mau mereka menandatangani perjanjian Malino ini. Jadi bagi mereka Perjanjian Malino menjadi semacam alat untuk melindungi mereka dari kehancuran yang lebih besar lagi dalam perang antar umat beragama ini. Hal ini terbukti bahwa Perjanjian Malino dijadikan alat untuk mengulur waktu bagi mereka untuk menyusun kekuatan menyerang balik. Dan serangan balik ini benar-benar akhirnya terjadi.


Pasca Hukuman Mati Tibo Cs : Berubah Menjadi Perang Dengan Aparat Brimob & TNI


Kekejaman umat Kristen Radikal yang antara lain dipimpin oleh Tibo Cs telah menewaskan lebih dari 2000 umat Islam Poso. Perjanjian Malino ditandatangani, dan Tibo Cs dihukum mati. Umat Islam lega, tapi hanya sebentar. Karena pembantaian masih terjadi.


Kesepakatan Malino dinodai, ketika senjata diserahkan ke kepolisian, umat Islam pun diserang lagi. Umat Islampun membalas. Bom meledak, pelajar dibunuh, dan sebagainya. Kepolisian kemudian menetapkan 16 Daftar Pencarian Orang (DPO) muslim Poso yang dianggap sebagai penyebab. Penetapan 16 DPO inilah yang lantas merubah peta perang yang tadinya antara Kristen Radikal dengan umat Islam Poso menjadi antara Aparat Kepolisian & TNI dengan umat Islam Poso. Kristen Radikal pun undur sejenak, diperkirakan mereka menyimpan senjatanya sementara.


Umat Islam Poso berjanji akan menyerahkan 16 DPO muslim asalkan 19 tokoh Kristen Radikal (termasuk Pendeta Damanik) yang disebutkan Tibo Cs sebagai dalang penggerak Kristen Radikal agar juga diperiksa. Ini prinsip keadilan. Syarat lain yang mereka kemukakan adalah agar DPO diperiksa sebagai tersangka bukan sebagai pesakitan. Sangat sulit bagi keluarga DPO dan warga muslim Poso untuk menyerahkan 16 DPO ini karena kenyataannya beberapa saudara kandung DPO yang diciduk saja disiksa lalu mati dibunuh (namun polisi mengatakannya mati karena sakit). Kalau saudaranya si DPO saja disiksa dan dibunuh, bagaimana pula dengan DPO nya sendiri. Ketika berita di media massa melaporkan bahwa belasan muslim penyerang Brimob berhasil ditembak polisi, sungguh ini berita bohong. Menurut kesaksian mereka, yang terbunuh ada yang wanita dan anak-anak. Bahkan ketika dikatakan ada pelindung DPO yang terbunuh, sebenarnya mereka sudah diciduk beberapa hari sebelumnya, kemungkinan dibawa kesana untuk dibunuh sehingga solah-olah terbunuh saat baku tembak.


Di stasiun TV kita lihat minggu lalu sekitar 8 orang penduduk sipil yang melapor karena disiksa oleh Kepolisian karena tinggal di wilayah DPO. Ustadz Ahmad sendiri menyaksikan seorang temannya ditembaki polisi, dan ketika ia menanyakan alasannya, polisi (Brimob) mengatakan alasannya karena ia memukul-mukul tiang listrik. Apakah memukul tiang listrik suatu tindakan kejahatan ? Ketika dikejar terus dengan protes, pak Polisi hanya bilang ini keputusan politik, bukan keputusan kami. Lha.. Ini cermin tindakan berlebihan Brimob dan TNI terhadap umat Islam. Kenapa tindakan tegas tidak mereka dilakukan ketika pemuda muslim Poso dikeroyok, ditombak dan dibacok di depan polisi hingga kulit kepalanya terkelupas terumbai-umbai.


Kasus Poso Tidak Boleh Diputihkan


Habib Rizieq yang hadir di Komnas HAM mengatakan bahwa ia menolak keras sikap Wapres Jusuf Kalla yang hanya menindak tegas setiap pelaku kerusuhan pasca Perjajian Malino. Sikap ini berarti mengganggap bahwa kasus sebelum Malino diputihkan alias tidak perlu dipermasalahkan lagi. Tidak ada kasus kriminal yang boleh diputihkan, katanya. Perhatikan, bahwa masa sebelum Perjanjian Malino adalah masa pembantaian 2000 umat Islam oleh Kristen Radikal dibawah kendali 19 orang yang disebutkan Tibo Cs.


Bagaimana kematian 2000 umat Islam Poso dianggap tidak pernah ada. Sedangkan masa Pasca Malino adalah masa terjadinya kasus pembalasan umat Islam (16 DPO) terhadap Kristen Radikal akibat pelanggaran mereka terhadap Perjanjian Malino (penyerangan perkampungan muslim).


Ketika Habib Rizieq diminta pemerintah menengahi kasus Poso dan 16 DPO ini, ia mendengar dari seorang ibu yang anaknya termasuk seorang DPO, bahwa 16 DPO siap menyerahkan diri asal dengan syarat 19 daftar nama Kristen Radikal yang disebut Tibo Cs juga diproses, syarat kedua, ada jaminan tidak disiksa. Ibu itu berkala lagi, baginya lebih senang menerima mayat anaknya mati terbunuh di medan perang dari pada menyaksikan anaknya kembali dari Kepolisian dalam keadaan cacat akibat disiksa. Ingat, DPO adalah tersangka, artinya belum tentu mereka bersalah, karena masih harus melalui proses pengadilan untuk membuktikannya.


Media Massa pun Ikut Tidak AdilKetika belasan umat Islam Poso tewas dalam serangan Brimob ke perkampungan muslim untuk mencari para DPO, sementara itu hanya 1 orang anggota Brimob yang tewas, maka hampir semua media massa memberitakan kesedihan yang meliputi keluarga sang Brimob. Bahkan berita dukacita kematian anggota Brimob ini dibahas tuntas hingga ke kehidupan pribadinya selama ini dan kemudian diulang-ulang dalam setiap pemberitaan berikutnya dalam durasi yang panjang. Seandainya penderitaan, penyiksaan dan kekejaman terhadap umat Islam Poso dapat ditayangkan seluruhnya secara lengkap di TV, maka saya yakin tak ada seorangpun yang tertarik lagi menonton infotainment.


Sementara itu ketika rekaman video yang disebut diatas ditayangkan di Komnas HAM, puluhan wartawan yang hadir berteriak histeris atau meringis jijik. Namun malamnya atau sorenya, ketika kunjungan ke Komnas HAM diberitakan, isinya hanya menyatakan bahwa ‘sekelompok umat Islam yang menamakan dirinya Forum Umat Islam mendatangi Komnas Ham untuk meneliti kasus Poso’ . Lantas wawancara yang disiarkanpun adalah wawancara terhadap salah satu wakil Komnas HAM, yang komentarnya akan mempelajari kasus ini karena mereka harus menerima informasi dari berbagai sumber. Ketika menampilkan orang yang sedang berdemopun hanya ditampilkan 4 – 5 orang yang berseragam hitam-hitam, padahal peserta demo hari itu ada sekitar 150 orang dari FPI, HT, Bulan Bintang dan MMI. Sungguh mereka tidak menampilkan pernyataan keras Ust. Abu Bakar Ba’asyir yang mengatakan siap menyerukan jihad umum kepada seluruh umat Islam Indonesia bila penyelesaian Poso tidak adil. Atau pernyataan Habib Rizieq yang menuntut Komnas HAM mengajukan Yufus Kalla dan mantan kepala BIN, Hendropriyono, agar diperiksa karena melindungi kejahatan terhadap umat Islam.


Apalagi harian Kompas, yang memberitakan tokoh Muslim Poso, Ust. Adnan Arsal, menganjurkan 16 DPO menyerahkan diri. Tapi Kompas tidak ada atau tidak lengkap menuliskan syarat-syarat yang dikemukakan Ust. Adnan Arsal agar DPO mau menyerahkan diri.


Jusuf Kalla dan Logika Peran Tokoh Islam


Perhatikan logika ini dengan baik ! Masalah Poso dalam kacamata Islam harus diselesaikan dengan pendekatan Nahi Munkar (memberantas kejahatan), bukan sekedar Amar Ma’ruf (mengajak berbuat baik). Sabtu malam, 27 Januari 2007, Wapres Yusuf Kalla mengundang tokoh Islam untuk mendiskusikan penyelesaian Poso. Setelah selama ini pak Yusuf ini mendengar laporan Poso dari sisa-sisa informasi dari Ketua BIN yang lama, Hendropriyono (yang pernah tersangkut kasus pembantaian Muslim Lampung), maka rupanya pak Yufuf ini mencoba mencari solusi dialog dengan tokoh Islam. Ia sendiri yang mendefinisikan siapa tokoh Islam yang pantas menyelesaikan masalah semacam ini.


Secara logika, maka seharusnya yang diundang adalah ahli nahi munkar atau tokoh ormas Islam yang bergerak dibidang nahi munkar, antara lain FPI, MMI, FUI, dan lain-lain. Lucunya yang diundang adalah tokoh organisasi amar makruf dan organisasi politik Islam, seperti NU, Muhammadiyah, PKS, dll. Bahkan diundang juga tokoh ‘intelektual’ muslim semacam Komarudin Hidayat dan Syafi’i Maarif. Kalaupun Ja’far Umar Thalib (mantan Panglima Laskar Jihad) diundang dalam acara ini, tentulah dengan pertimbangan bahwa ia seorang mantan organisasi perjuangan nahi munkar yang kabarnya kini sudah ‘menyesali’ perbuatannya dan kini fokus ke amar makruf.


Bagaimana suatu masalah Nahi Munkar diselesaikan oleh tokoh-tokoh agama yang spesialis Amar Makruf ? Katakanlah mereka cukup memahami masalah Nahi Munkar, tapi toh sebatas wacana atau paling tinggi dalam level di mimbar mesjid, bukan dalam pergerakan konkret di lapangan. Adalah wajar bila saksi mata atau intel Islam di Poso selama ini melaporkan kekejaman musuh Islam kepada tokoh-tokoh ormas Nahi Munkar semacam Habib Rizieq atau Ust Abubakar. Toh tidak mungkinlah mereka melaporkan hal semacam ini kepada partai PKS atau Gusdur atau Aa Gym atau Syafii Maarif atau Komarudin Hidayat. Ini sama juga diibaratkan seorang Presiden meminta pendapat Menteri Keuangan untuk mencari jalan keluar terhadap masalah keamanan atau masalah suatu peperangan. Pastilah sang Menteri Keuangan melihatnya dari kacamata budget dan laba rugi.


Detik iniDetik ini, ketika Anda sedang membaca tulisan ini. Bisa saja Pak Yusuf Kalla lagi istirahat di tempat tidurnya yang empuk. Bisa saja Hendropriyono lagi karaoke dengan mantan Jenderal lainnya. Bisa saja sementara itu Anda sedang duduk di kafe sambil membaca tulisan ini ditemani secangkir kopi. Bisa saja saat ini seorang warga muslim Poso sedang diperiksa oleh Brimob bagian interogasi lantas dijepit keras kedua kakinya dengan dua potong kayu bergerigi yang dirantai agar mengaku atau mengarang cerita palsu. Bisa saja lubang gigi geraham seorang anggota keluarga DPO detik ini sedang ditusuk dengan benda runcing agar mengaku dimana menyembunyikan DPOnya. Atau kaki seorang muslim Poso baru saja dipatahkan dengan benda tumpul karena tidak mau bekerjasama dengan Brimob.


Bagi yang prihatin atau berpihak pada umat Islam Poso, minimal anda bisa mendoakan mereka saat ini juga. Bagi yang tidak peduli atau yang membenci umat Islam Poso, timbul rasa penasaran saya untuk melihat bagaimana kelak Allah akan memperlakukan mereka di akhirat. (Syarifuddin Ambalawi)


Semua tulisan di copy dari http://www.swaramuslim.net/galery/poso/index.php


Kecuali Pengantar Tulisan


Link :


http://tragediposo.busythumbs.com


http://www.mer-c.org/


http://ytm.or.id/


http://catatanposo.blogspot.com/



Inilah sebagian Video Tragedi Poso Tsb :


http://www.youtube.com/watch?v=2NZ10eSaRL8


http://www.youtube.com/watch?v=dN6R-G9-8Dg


http://www.youtube.com/watch?v=HBA1ln6z6vA

18 komentar:

  1. semoga berbagai kemelut yang menimpa umat islam, baik di poso, palestina, bosnia, irak maupun afganistan segera berakhir.
    dan dunia menjadi aman dan tentram
    dan islam mampu menjadi pelopor perdamaian itu
    karena islam rahmatan lil alamin. InsyaAllah

    BalasHapus
  2. Damai aja da....
    Peaceee..

    Mampir balik ya.... :lol:

    ========

    COKIE :

    Itu dia yang kita mau

    oke, segera meluncur kembali ke TKP

    BalasHapus
  3. Korban korban bom bali tidak seberapa jika dibandingkan dengan korban korban poso

    =======



    COKIE :

    itulah masalahnya, media massa mengekspos kasus bom bali dengan sedemikian hebohnya, stasiun tv memutar kilas balik bom bali lebihh dari satu kali setiap harinya. seolah olah tidak ada kasus lain yang lebih heboh dari itu

    BalasHapus
  4. sehebat apapun kasus bom bali itu, kasus poso, kasus maluku, kasus tj priok, kasus lampung, kasus aceh dan semua kasus yang sangat pahit ditelan umat muslim, saya tidak akan pernah lupa. Mari kita tata kembali muslim indonesia dgn ilmu, agar fitnah tidak pernah lagi terulang, mari bersama dewasakan bangsa milik umat muslim ini agar kelak ia bangun dengan hati dan jiwa yang terbuka karena ilmu..
    maju.. muslim indonesia..

    =====



    COKIE :

    Setuju sekali mas...

    BalasHapus
  5. AGAKNYA KITA KAUM ISLAM HARUSLAH BERTOBAT. SUDAH SELAYAKNYA KITA MENGAKHIRI KEKACAUAN YANG SELALU KITA MULAI DI DUNIA INI. AKSI TERORISME SANGAT MELUKAI HATI ORANG ISLAM BIASA SEPERTI SAYA. HI ORANG-ORANG YANG MENGAKU MEMBELA ISLAM SEPERTI FPI , MUI, ATAUPUN MMI DAN SAUDARA YANG MENULIS ARTIKEL "JANGAN LUPAKAN POSO" SEBENARNYA ANDA SEMUA MEMBUAT ISLAM SEMAKIN TEGAS DIANGGAP SEBAGAI AGAMA PENEBAR KEBENCIAN. KENAPA KITA TIDAK MEMPROMOSIKAN PERDAMAIAN SEPERTI YANG DIAMANATKAN ALLAH SWT ? JAWABANYA SEDERHANA SAJA, KARENA KITA SEMUA SUDAH LUPA AKAN INTI AJARANNYA DAN MEMPENGARUHI ORANG UNTUK BERBUAT JAHAT.

    BalasHapus
  6. Kepada penulis “Jangan Lupakan Poso” yg saya kasihi
    Ini sebuah tulisan yg bagus untuk sekedar mengingat tragedi yg memalukan tetapi terlalu tendentius, tidak berimbang dan juga dibalik itu menyimpan makna propokatif
    Kenapa demikian ?
    Pada saat penyerangan dan penganiayaan dialami oleh kelompok kristen, anda hanya mau mengatakan dilakukan oleh kelompok/orang yg tidak dikenal seperti misalnya penembakan terhadap pendeta Tinulele, pembunuh 3 siswi SMK, beberapa pengeboman gereja (anda hanya mengatakan rumah ibadah) di situ anda tidak sama sekali tidak mau mengatakan dilakukan oleh siapa ...pada hal anda tau kan siapa yg melakukan?
    Tetapi pada saat kelompok muslim yg jadi korban maka pada saat itu anda mengekspose sedemikian rupa sehingga menimbulkan simpati yg berujung kebencian terhadap kelompok kristen
    Bagi saya, seperti kata M Ihsan :
    Anda hanya semakin mempertegas posisi Islam sebagai agama penebar kebencian, kenapa kita mempromosi perdamaian
    Damai aja lah ....

    =======



    COKIE :

    Terima kasih atas masukannya, Justru yang tidak berimbang adalah pemberitaan hampir seluruh media dan pemerintah ( okelah maksud mereka baik , yaitu agar konflik tidak meluas ke daerah lain ). Tetapi perlakuan terhadap pelaku pelaku yang terlibat tidaklah seimbang, penangkapan pelaku pelakunya tidak segencar seperti penangkapan yang ditujukan kepada aktifis muslim.
    Coba sekarang bagaimana nasib 16 orang yang disebut tibo cs sebagai otak kerusuhan ini, mereka masih melenggang bebas....
    Lalu apa hukuman bagi pendeta Damanik yang tertangkap dengan Puluhan senjata dan amunisi , hanya 2 tahun penjara.... ( dari 3 tahun vonis tetapi hanya dijalani 2 tahun )
    Lalu apa sebutan mereka ( Damanik, Tibo dkk ) mereka tidak pernah disebut sebagai teroris.. padahal kalau kita mau jujur, akan terlihat mana yang disebut aksi dan mana yang cuma reaksi.
    saya tidak bermaksud memprofokasi siapapun tetapi realita itulah yang memancing saya untuk memposting sejarah ini...

    dan ini adalah contoh bagaimana aparat kepolisian tidak berdaya membela seorang pemuda muslim dibantai





    atau bukalah http://www.youtube.com/ kemudian carilah video dengan keyword "poso indonesia"

    BalasHapus
  7. Allahu akbar, mari kita menuju kedamaian, hilangkan rasa iri, dengki, sikap anarkis. mari selesaikan semua permasalahan dengan besar hati ke tidak berpihakan. mari kita hidup berdampingan dengan saling menghormati menghargai. meskipun kita beda agama sesungguhnya kita masih 1 darah. kita adalah anak cucu adam. jd sesama sdr jgnlah slg membenci. biarkanlah islam berkreasi dgn usahanya sndiri dan biarkanlah kristen berkreasi dengan usahanya sendiri. jika tidak ingin membantu maka DIAMLAH. semoga indonesia adalah negara yang aman, penuh kasih sayang. Amien Ya Robbal Alamin.

    BalasHapus
  8. Umat muslim selalu menjadi korban, padahal apalagi yg kurang yg diberi umat ini kepada umat lainnya?

    BalasHapus
  9. Setelah sy liat tayangan videon nya itu sebagian adalah peristiwa dayak vs madura , sebagian Ambon yg asli Poso hanya sedikit...

    BalasHapus
  10. Penculikan salah seorang penumpang BUS Alugoro di desa kuku pada tgl 17 november 2003 kenapa tidak di masukan dalam agenda,,? Lebih lengkap,, lebih bagus,,

    BalasHapus
  11. [...] apa karena mereka pernah terlibat konflik diposo atau ambon, atau karena ikut pelatihan militer di aceh? Padahal mungkin mereka yang latihan di aceh [...]

    BalasHapus
  12. damai itu indah!!!
    peaaceeee!!!

    BalasHapus
  13. Saya Warga Muslim. mempercayai cerita tersebut, dikarenakan orang orang kristen di poso sudah sangat lama memendam kebencian dan dendam kepada umat islam poso, karena pemahaman yang salah tentang toleransi umat beragama yang mengaku adanya ketuhanan yang maha esa. karena sesungguhnya agama apapun melarang membunuh atau membantai setiap manusia karena tidak sesuai dengan sifat manusiawi, SELALU WASPADA TERHADAP KAUM KRISTEN KARENA SANGAT LICIK DAN PINTAR, JIHAD KU UNTUK AKHIRAT KU,

    BalasHapus
  14. M.Ihsan dan cabe rawit linglung alias ngawor alias mabok!

    BalasHapus
  15. KEPADA YTH PENULIS,APA YG ANDA KATAKAN DI ATAS SAMPAI DENGAN SAAT INI TIDAK PERNAH TERBUKTI KEBENARANNYA..,JDI JGN MEMUAT TULISAN/ARTIKEL YG DAPAT MEMICU SUATU KONFLIK..

    MUATLAH TULISAN/ ARTIKEL TENTANG "DAMAI ITU INDAH"..............

    BalasHapus
  16. jujur saya tidak setuju lagi artikel artikel ini di buat ujung unjung nya kebenciannnnnn saya tidak membela siapa siapa saya membela negeri indonesia sudah banyak kerusakan dan kekacaun yang timbul akibat emosi dan kebencian ingat secepatnya hapus blog ini damai lebih indah tidak ada yang benar maupun salah yang tersisa cuma kehancuran, untuk penulis jalan jalan lah ketempat kami di poso mudah mudahan tergugah anda akan kedamaian lebih indah jangan propokasi lagi

    BalasHapus
  17. hei penulis,apa yang anda tulis 15% benar tapi sisanya provokasi..kalau pihak keristen menulis juga maka tidak akan ada penyelesaian,tadi anda katakan kasus poso tidak bisa di putihkan BERARTI ANDALAH SALAH SATU DARI ORANG YANG TIDAK INGIN KOTA POSO ADA KEDAMAIAN..KENAPA KAMU MASIH HIDUP YA?? ATAU SEMBUNYI WAKTU KERUSUHAN TRUS MUNCUL SEBAGAI PAHLAWAN?CAPEEEE DEHHHHHHH

    BalasHapus
  18. ITULAH KEBENARAN ISLAM DAMAI

    BalasHapus

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com